Peristiwa ini diabadikan dalam QS. An-Naml ayat 19:
فَتَبَسَّمَ ضَاحِكًۭا مِّن قَوْلِهَا وَقَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِىٓ أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ ٱلَّتِىٓ أَنْعَمْتَ عَلَىَّ وَعَلَىٰ وَٰلِدَىَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَـٰلِحًۭا تَرْضَىٰهُ وَأَدْخِلْنِى بِرَحْمَتِكَ فِى عِبَادِكَ ٱلصَّـٰلِحِينَ [٢٧:١٩]
“Maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa: “Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh”. (QS. An-Naml: 19).
Dari kisah ini, ada beberapa pelajaran penting. Pertama, kepemimpinan yang bijaksana adalah yang memperhatikan kesejahteraan semua makhluk, bukan hanya manusia.
Kedua, pentingnya berkomunikasi dan memberi peringatan dalam menghadapi bahaya. Terakhir, kebijaksanaan dan pengetahuan adalah anugerah yang harus digunakan untuk kebaikan dan perlindungan bagi semua makhluk hidup.
(Rahman Asmardika)