Perselingkuhan dalam Pandangan Islam: Pengkhianatan dan Pemberontakan Terhadap Rumah Tangga

Rahman Asmardika, Jurnalis
Minggu 09 November 2025 12:15 WIB
Ilustrasi.
Share :

JAKARTA - Fenomena perselingkuhan di masyarakat telah menjadi masalah sosial yang semakin meluas, didukung oleh perkembangan era digital. Perselingkuhan yang dulu dianggap aib kini menjadi konsumsi publik, tidak hanya di kalangan masyarakat perkotaan, tetapi juga menyebar ke wilayah desa.

Perselingkuhan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti: (1) suka menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan sendiri; tidak berterus terang; tidak jujur; serong; (2) suka menggelapkan uang; korup; (3) suka menyeleweng.

Dalam praktik sosial, istilah ini merujuk pada kecurangan dalam hubungan cinta — biasanya dilakukan oleh seseorang yang telah memiliki pasangan sah, namun menjalin hubungan emosional atau fisik dengan orang lain. Bentuk ekstrem perselingkuhan adalah perzinaan, namun sering kali hal itu dimulai dari tindakan yang tampak ringan: berbalas pesan mesra, bertemu diam-diam, atau berduaan tanpa mahram.

Bagaimana Islam memandang perselingkuhan, berikut penjelasannya berdasarkan laman resmi Muhammadiyah.

Selingkuh: Pengkhianatan terhadap Amanah

Dalam pandangan Islam, perselingkuhan dianggap sebagai pengkhianatan, dan pengkhianatan — sekecil apa pun — merupakan dosa besar.

Allah SWT berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan juga janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. al-Anfāl: 27)​

 

Perselingkuhan adalah bentuk nyata khianat terhadap amanah pernikahan — sebuah perjanjian suci (mīthāqan ghalīẓan) yang Allah sakralkan. Al-Qur’an memberi contoh pengkhianatan yang berujung pada kehancuran:

ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ كَفَرُوا امْرَأَتَ نُوحٍ وَامْرَأَتَ لُوطٍ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلَا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ

“Allah menjadikan istri Nuh dan istri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua hamba yang saleh dari hamba-hamba Kami; lalu keduanya berkhianat kepada suaminya, maka suaminya itu tidak bisa menolong mereka sedikit pun dari siksa Allah; dan dikatakan kepada keduanya: ‘Masuklah ke dalam Jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam)’.” (QS. at-Taḥrīm : 10)

Ayat ini menjadi peringatan abadi: pengkhianatan terhadap pasangan adalah bentuk penolakan terhadap nilai iman.

Rasulullah SAW juga menegaskan pengkhianatan sebagai ciri orang munafik:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّثَ كذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ.

“Tanda orang munafik ada tiga: apabila berbicara ia berdusta, apabila berjanji ia ingkar, dan apabila diberi amanah ia berkhianat.” (HR. al-Bukhārī dan Muslim)

Perselingkuhan sebagai Jalan Menuju Zina

Perselingkuhan sering dimulai dari hal yang tampak ringan: berdua-duaan, bertukar pesan, atau saling perhatian. Islam tidak hanya melarang zina, tetapi juga segala jalan yang mengarah padanya.

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan jalan yang buruk.” (QS. al-Isrā’: 32)​

 

Rasulullah SAW memperingatkan:

أَلَا لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا كَانَ ثَالِثُهُمَا الشَّيْطَانُ

“Ingatlah, jangan seorang laki-laki berdua-duaan dengan seorang perempuan melainkan setan adalah pihak ketiganya.” (HR. at-Tirmiżī dan Ibnu Ḥibbān)

Hadis lain menyebutkan Nabi memperintah sahabat untuk menemani istri berhaji daripada berjauhan tanpa mahram, karena dapat membuka celah fitnah dan dosa.

Perselingkuhan sebagai Pemberontakan Rumah Tangga

Perselingkuhan juga termasuk nusyūz, pelanggaran kewajiban suami-istri. Allah SWT berfirman:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ…

“Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita karena Allah melebihkan sebagian dari mereka atas sebagian yang lain dan karena mereka telah menafkahkan sebagian harta mereka. Maka wanita yang saleh ialah yang taat kepada Allah dan menjaga diri apabila suaminya tidak ada.” (QS. an-Nisā’: 34)​

Sebaliknya, suami yang bersikap keras, lalai, atau berkhianat melakukan nusyūz terhadap istrinya. Islam menilai semua bentuk pengabaian, kekerasan batin, atau pengkhianatan dalam pernikahan harus dihindari.

 

Allah SWT berfirman:

وَإِنِ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِنْ بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا وَالصُّلْحُ خَيْرٌ…

“Jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik.” (QS. an-Nisā’: 128)​

Perselingkuhan adalah pengkhianatan cinta dan iman, menciderai kepercayaan, merusak keluarga, dan menodai martabat manusia. Islam memandang pernikahan sebagai taman kasih yang dijaga kejujuran dan amanah. Maka, selingkuh sekecil apa pun adalah retakan awal menuju kehancuran.

Di tengah dunia yang semakin permisif, kesetiaan menjadi jihad moral, menuntut keteguhan dan keberanian menolak godaan. Wallāhu a‘lam biṣ-ṣawāb.

(Rahman Asmardika)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Muslim lainnya