JAKARTA — Ilmu pengetahuan modern dan Islam memiliki hubungan erat yang tidak saling bertentangan, bahkan kerap menguatkan satu sama lain. Hal ini disampaikan Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Muchammad Ichsan.
Dalam kajian bertajuk “Fakta Sains dalam Al-Qur’an” yang disampaikan di Masjid KH Ahmad Dahlan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta awal pekan ini, Ichsan menjelaskan bahwa Al-Qur’an memuat sejumlah isyarat ilmiah yang baru dipahami manusia berabad-abad kemudian. Karena itu, menurutnya, tidak mungkin ada fakta sains yang benar-benar final namun berlawanan dengan Al-Qur’an.
“Kalau tampak bertentangan, itu biasanya karena pemahaman ayat yang masih dangkal atau karena teori ilmiah tersebut belum final,” ujarnya, sebagaimana dilansir dari laman Muhammadiyah.
Sebagai contoh pertama, Ichsan menyoroti penjelasan Al-Qur’an mengenai tahapan penciptaan janin. Surah Al-Mu’minun ayat 12–14 menggambarkan fase nutfah, alaqah, dan mudghah, yang disebutnya sejalan dengan embriologi modern.
Menurutnya, deskripsi Al-Qur’an telah menggambarkan urutan perkembangan embrio lebih dari 1.400 tahun sebelum mikroskop ditemukan pada abad ke-17 dan sebelum embriologi berkembang pesat pada abad ke-20.
“Baru setelah ilmu pengetahuan maju, diketahui bahwa pertumbuhan embrio memang terjadi melalui fase-fase sebagaimana disebutkan Al-Qur’an,” terang Ichsan.
Fakta kedua yang ia angkat adalah konsep awal alam semesta. Al-Qur’an dalam Surah Al-Anbiya ayat 30 menyatakan bahwa langit dan bumi dahulu merupakan satu kesatuan sebelum dipisahkan. Ichsan menyebut ayat ini memiliki keselarasan mencolok dengan teori Big Bang yang diformulasikan George Lemaître, diperkuat pengamatan Edwin Hubble, serta penemuan radiasi latar belakang kosmik pada 1964.
“Penjelasan ini telah disebut Al-Qur’an jauh sebelum kosmologi modern berkembang. Sains justru datang kemudian untuk mengonfirmasi,” tegasnya.
Ichsan juga menyinggung ayat lain dalam Surah Al-Anbiya yang menyatakan bahwa segala makhluk hidup diciptakan dari air. Ia mengaitkannya dengan temuan biologi modern bahwa sel hidup tersusun dari sebagian besar air dan seluruh reaksi biokimia vital berlangsung dalam medium cair. Bahkan manusia sendiri, katanya, 70 persen terdiri dari air.
“Hipotesis ilmiah tentang asal-usul kehidupan pun menunjukkan bahwa kehidupan pertama muncul dari lingkungan akuatik, sesuai dengan isyarat Al-Qur’an,” jelasnya.
Fakta keempat yang disampaikan adalah fungsi gunung sebagai pasak bumi, sebagaimana disebutkan Surah An-Naba ayat 6–7. Ia menerangkan bahwa geologi modern mengakui keberadaan “akar” gunung yang tertanam dalam dan berperan menstabilkan kerak bumi, selaras dengan konsep isostasi yang berkembang pada abad ke-19 dan ke-20.
“Al-Qur’an telah menggambarkan fungsi gunung sebagai penstabil bumi jauh sebelum geologi modern mengetahuinya,” tuturnya.
Ichsan menegaskan bahwa bila ada teori yang tampak berlawanan dengan Al-Qur’an, biasanya hal itu terjadi karena dua sebab: kesalahan memahami ayat, atau teori tersebut belum final. Ia mencontohkan teori evolusi Darwin tentang asal-usul manusia. Menurutnya, teori tersebut belum merupakan fakta ilmiah yang mapan dan tidak dapat menjelaskan seluruh tahapan penciptaan manusia.
Al-Qur’an, lanjutnya, tidak menolak proses perubahan pada makhluk hidup selain manusia, tetapi menegaskan bahwa penciptaan manusia pertama — Nabi Adam — bersifat khusus dan tidak berasal dari makhluk lain.
“Tidak ada bukti ilmiah final yang menyatakan manusia berasal dari spesies lain,” katanya.
Contoh lain adalah model kosmologi steady state yang pernah menyatakan alam semesta tidak memiliki awal. Teori tersebut kini ditinggalkan setelah temuan radiasi latar belakang kosmik menguatkan teori Big Bang, yang justru selaras dengan Al-Qur’an.
Di akhir ceramah, Ichsan menekankan bahwa keberadaan berbagai fakta ilmiah yang sesuai dengan ayat-ayat Al-Qur’an merupakan bukti kuat bahwa wahyu ilahi tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Justru perkembangan sains semakin menegaskan kebenaran Al-Qur’an.
“Ilmu pengetahuan datang kemudian untuk membenarkan apa yang telah difirmankan Allah. Karena itu, Al-Qur’an mustahil berasal dari manusia. Al-Qur’an adalah kalam Allah,” tutupnya.
(Rahman Asmardika)