Dalam berbagai riwayat dan kisah kehidupan para nabi dan wali, tongkat menjadi benda yang sangat dekat dalam perjuangan mensyiarkan agama Allah SWT di muka bumi.
Rasulullah bertongkat, Nabi Ibrahim bertongkat, Nabi Musa bertongkat, Nabi Khidir bertongkat, dan juga nabi-nabi yang lain. Ternyata memakai tongkat itu merupakan sunah para nabi, auliya dan kekasih Allah.
"Karena itu, Imam Syafi'i pun juga bertongkat meskipun beliau masih kuat dan tidak tua. Saat ditanya sahabatnya, kenapa engkau bertongkat padahal engkau masih kuat? Sang imam menjawab, karena biar aku ingat bahwa aku ini musafir di dunia ini. Tujuan kita adalah akhirat," demikian dijelaskan Wakil Ketua Lembaga Dakwah PBNU KH Muhammad Nur Hayid (Gus Hayid) beberapa waktu lalu seperti dilansir Muslimoderat.
Dulu, terang Gus Hayid, setiap musafir bisa dipastikan membawa tongkat. Selain berfungsi untuk penguat perjalanan di padang pasir atau hutan, tongkat juga difungsikan untuk keamanan jika ada binatang buas yang berbahaya.
"Itulah filosofi bertongkatnya sang imam," jelas Gus Hayid. Para kiai, habib senior, termasuk Habib Umar Alhafidz juga bertongkat.
Selain para penyebar Islam di negeri kita, lanjut Gus Hayid, Wali Songo dan pendiri NU KH Hasyim Asy'ari juga bertongkat.
"Selain mengikuti sunah nabi dan para nabi, juga itbak (mengikuti) Imam Syafi'i dan cara terbaik untuk selalu ingat bahwa kita hanya bak musafir hidup di dunia ini," katanya.
Pengasuh Pesantren Skill Jakarta ini menjelaskan, bertongkat adalah cara terbaik untuk menjaga pandangan mata kita agar fokus kepada tujuan yang ia sebut ghoddul bashor.
"Orang yang membawa tongkat tentu akan fokus pada jalan yang akan dilewati melalui tongkat yang ada di tangannya. Tongkat adalah wasilah untuk dia bermusafir dalam rangka menuju rumah akhirat. Dengan membawa tongkat akan mengingatkan ia untuk tidak bermaksiat. Siapkah para sahabat ikut bertongkat?," pungkasnya.
(Dyah Ratna Meta Novia)