Sebentar lagi kita akan memasuki bulan Muharram atau Tahun Baru Islam. Sebagai umat Islam, kita sudah semestinya bersyukur dengan meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah. Salah satunya dengan cara melakukan muhasabah.

Melakukan muhasabah dengan cara mengevaluasi keburukan dan kebaikan diri kita jelang tahun baru Islam. Seberapa besar perbuatan zalim kepada diri sendiri? Sudahkah kita memperbaikinya, beristighfar ke haribaan Ilahi Rabbi?
Lalu apa saja kebaikan yang kita lakukan? Kebaikan yang dilakukan juga harus terus ditingkatkan. Melakukan muhasabah penting untuk memperbaiki hal yang masih kurang pada diri sendiri.
Hanya diri sendirilah yang lebih mengetahui kebaikan dan keburukan kita. Manusia akan menjadi saksi bagi perbuatannya baik perbuatan yang baik maupun buruk.
Allah SWT berfirman dalam surat Al-Qiyamah ayat 14 dan 15:
بَلِ الْإِنْسَانُ عَلَىٰ نَفْسِهِ بَصِيرَة(14) وَلَوْ أَلْقَىٰ مَعَاذِيرَه(15
Artinya: (14) “Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri,” (15) “Meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya.”
Dari sini, sebelum kita dihisab oleh Allah nanti di hari kiamat, kita teliti diri kita masing-masing. Di sana (ketika amal kita dihisab pada hari kiamat) semua perbuatan kita terbeber secara jelas. Diri kita sendiri yang akan menjadi saksi atas semua itu.
Tangan, kaki, mulut dan seluruh anggota badan kita akan menjadi saksi atas perbuatan-perbuatan yang telah kita lakukan seperti tersebut dalam surat an-Nur ayat 24:
يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya: “Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.”
Seperti dilansir website Ponpes Lirboyo, sejatinya manusia diperintahkan melakukan muhasabah, mengoreksi, dan meneliti dirinya sendiri setiap saat. Sebab barang siapa meneliti dirinya sendiri, menghitung amal perbuatannya di dunia, niscaya perhitungan amalnya akan mudah di akhirat.
Manusia yang bertakwa adalah mereka yang beramal untuk masa depan yang abadi, yaitu kebahagiaan di akhirat yang disertai ridla dari Allah SWT.
Sedangkan orang yang durhaka adalah mereka yang hanya selalu menuruti hawa nafsunya. Terdapat petuah yang telah disampaikan Maimun bin Mahran:
لَا يَكُونُ الْعَبْدُ تَقِيًّا حَتَّى يُحَاسِبَ نَفْسَهُ كَمَا يُحَاسِبُ شَرِيكَهُ مِنْ أَيْنَ مَطْعَمُهُ وَمَلْبَسُهُ.
Artinya: “Seseorang tidak akan bertakwa hingga dia mengoreksi dirinya sebagaimana ia mengoreksi orang lain, dari mana ia mendapatkan makan dan pakaiannya?”
Muhasabah adalah sebuah anjuran dan perintah yang harus kita jalani sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat al-Hasyr ayat 18:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Secara tersirat ayat tersebut merupakan anjuran muhasabah terhadap amal yang telah kita lakukan. Dari sini sahabat Umar bin Khattab R.A. berkata:
وَيُرْوَى عَن عُمَرَبنِ الخَطَّابِ قَالَ: حَاسِبُوا أَنفُسَكُم قَبلَ أَن تُحَاسَبُوا وَزِنُوهَا قَبلَ أَن تُوزَنُوا وَإِنَّما يَخِفُّ الحِسَابُ يَومَ القِيَامَةِ عَلَى مَن حَاسَبَ نَفسَهُ فِي الدُّنيَا
Artinya: “Hitunglah amalmu sendiri sebelum kalian dihisab (di hari kiamat), dan timbanglah (amal) kalian sebelum (amal) kalian ditimbang (di hari kiamat). Dan pada hari kiamat hisab akan ringan hanya atas orang yang pada saat di dunia dia menghitung amalnya.”
Oleh karena itu menjelang bulan Muharram yang dirahmati Allah, sudah selayaknya kita melakukan muhasabah demi perbaikan akhlak kita sendiri. Guna mempersiapkan masa depan di akhirat.
(Dyah Ratna Meta Novia)