LOKASI pemanggang itu memiliki ukuran yang lumayan besar, sekira 75 cm kali dua meter. Di bawahnya, bara api dari arang yang dibakar menimbulkan rasa panas yang sangat menyengat hingga radius beberapa meter di sekitarnya.
Di atas bara, tersusun rapi batu-batu yang akan digunakan untuk memanggang daging kambing yang telah dipotong-potong dengan ukuran sedang, lebih besar sedikit dari daging-daging rendang yang biasa dijual di warung nasi padang di Indonesia.
Cessssss...
Begitu kira-kira suara dari daging yang ditaruh di atas batu panggangan tersebut. Aroma khas daging panggang langsung merebak. Selang beberapa waktu, daging tersebut dipanggang, selanjutnya dibolak-balik agar matangnya merata.
Tahap selanjutnya, setelah daging-daging tersebut mulai berubah warna menjadi merah kehitam-hitaman, daging tersebut dipindahkan ke alumunium foil yang dibungkus dengan rapat.

Daging yang telah dibungkus itu kemudian kembali di panggang. Tampaknya, proses pemanggangan yang awal tadi untuk mendapatkan aroma bakarnya langsung, sementara proses panggang yang kedua, yang didalam aluminium foil bertujuan agar daging tersebut matang sempurna hingga ke bagian dalamnya.
"Dipanggang lagi di dalam alumunium foil, agar tidak keras," kata salah satu pegawai di rumah makan Mathbakh Jarief al Madinah, yang berjarak kurang lebih 10 menit dari Masjid Nabawi, Madinah.
Semua proses masak atau pemanggang tersebut memang terkesan singkat. Tapi realitanya, itu memakan waktu lebih dari satu jam.
Jadi, para konsumen di rumah makan itu tampaknya harus lebih sabar. Begitulah kira-kira yang dirasakan Okezone bersama Tim Media Center Haji yang bertugas di Madinah ketika berkunjung ke restoran tersebut.
Rasa lapar ketika masuk ke dalam tempat makan itu tentu saja semakin membara karena menunggu lumayan lama. Maklum, berangkat bada Maghrib dan sampai Adzan Isya berkumandang tapi makanan belum siap juga.