Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Mengenal Maimunah Binti Harist, Istri Rasulullah yang Terakhir

Viola Triamanda , Jurnalis-Rabu, 13 November 2019 |15:09 WIB
Mengenal Maimunah Binti Harist, Istri Rasulullah yang Terakhir
Padang pasir (Foto: Trendland)
A
A
A

Para wanita mengawasi semua pemandangan itu dengan pandangan mata sepenuh hati. Ketika itu Sayyidah Maimunah binti Hârits berdiri terdepan karena begitu mendengar suara Abdullah ibn Rawahah, ia segeri berpikir untuk mendapat kehormatan dengan dinikahi oleh Nabi dan menjadi Ummul Mukminin.

Adakah rintangan yang mampu menghalanginya untuk menggapai impian yang selalu terbayang olehnya, baik dalam tidur maupun terjaga itu? Sementara itu, ia adalah saudari Ummul Fadhal, Asma' binti 'Umais, dan Sulma binti Umair yang merupakan saudara-saudara wanita Maimunah yang telah beriman.

la pun membisikkan isi hatinya itu kepada saudara wanitanya, Ummul Fadhal. Ia sampaikan kepada sang saudari tentang keinginannya untuk menjadi istri Rasulullah SAW.

Ummul Fadhal segera pergi untuk menceritakan tentang gejolak jiwa dan keinginan Maimunah binti Hârits yang sering dipanggil Barrah tersebut kepada Abbas, suaminya.

Abbas r.a. pun segera pergi menemui keponakannya, Muhammad SAW, untuk menawarkan agar beliau menikahi Barrah yang telah merelakan diri untuk beliau.

Selanjutnya Allah SWT menurunkan firman-Nya:

Alquran Surat Al-Ahzab Ayat 50

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَحْلَلْنَا لَكَ أَزْوَاجَكَ اللَّاتِي آتَيْتَ أُجُورَهُنَّ وَمَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ مِمَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَيْكَ وَبَنَاتِ عَمِّكَ وَبَنَاتِ عَمَّاتِكَ وَبَنَاتِ خَالِكَ وَبَنَاتِ خَالَاتِكَ اللَّاتِي هَاجَرْنَ مَعَكَ وَامْرَأَةً مُؤْمِنَةً إِنْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لِلنَّبِيِّ إِنْ أَرَادَ النَّبِيُّ أَنْ يَسْتَنْكِحَهَا خَالِصَةً لَكَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ ۗ قَدْ عَلِمْنَا مَا فَرَضْنَا عَلَيْهِمْ فِي أَزْوَاجِهِمْ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ لِكَيْلَا يَكُونَ عَلَيْكَ حَرَجٌ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

50. Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu isteri-isterimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang isteri-isteri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Abbas kembali menemui Barrah dengan wajah yang tampak berseri. Barrah pun tampak berdebar hatinya karena gembira bercampur dengan kecemasan.

Dari wajah Abbas, ia telah menangkap bahwa Rasulullah menerima dirinya, tetapi ia tetap ingin agar kedua telinganya mendengar secara jelas kabar gembira yang akan keluar dari lisan Abbas tersebut.

Abbas mengatakan bahwa Rasulullah telah memenuhi keinginan Barrah. Seketika itu kebahagiaan menyelimuti segenap jiwa Barrah. Pasalnya, hal ini baginya merupakan kehormatan besar yang tidak ada tandingannya, yakni menjadi Ummul Mukminin saat usianya belum genap 26 tahun.

Hal itu juga merupakan kehormatan bagi ibunya yang sudah renta bahwa setelah putrinya dinikahi oleh Rasulullah, dirinya akan menjadi mertua yang paling mulia di muka bumi ini.

Tiga hari telah berlalu ketika Rasulullah dan para sahabat menyepakati perjanjian Hudaibiyah. Selanjutnya, datanglah dua utusan Quraisy yang meminta Rasulullah segera pergi karena waktu yang disepakati dalam perjanjian itu telah berakhir.

Rasulullah SAW pun menjawab, "Tidak ada masalah bagi kalian untuk membiarkan aku melaksanakan pernikahan di belakang kalian lalu kami buatkan makanan yang kalian akan menghadirinya."

Utusan Quraisy itu menjawab, "Kami tidak membutuhkan makananmu. Jadi, pergilah!"

Rasulullah mengikuti kemauan kaum Quraisy sebagai bentuk pelaksanaan janji. Beliau perintahkan kaum muslimin agar pergi dengan meninggalkan budaknya, Abu Rafi di Makkah untuk kemudian menyusul beliau bersama sang pengantin mukminah, Barrah.

Rasulullah meninggalkan Makkah. Beliau berhenti di hadapan para penduduk yang mengantarkan kepergian beliau dengan hati yang pedih dan berlinang air mata.

Beliau keluar ditemani sang paman, Abbas ibn Abdul Muththalib, karena tidak ada lagi yang perlu ia lakukan di Makkah setelah Allah memberi hidayah kepada penduduknya untuk masuk Islam.

Abbas adalah orang yang dipilih oleh Barrah untuk mewakili dirinya ditemani oleh Abu Rafi, budak Rasulullah SAW, untuk menyusul beliau di daerah Saraf, sebuah wilayah yang dekat dengan wilayah Tan im, sejauh heberapa mil dari Kota Makkah al-Mukarramah.

Tenda untuknya telah didirikan di sana, di Saraf. Di sana, Rasulullah akan menikahi dirinya. Barrah menyapukan pandangan ke seluruh sudut tempat itu dengan perasaan penuh kebahagiaan. Jiwanya begitu rindu untuk datang ke Saraf dan takdirnya telah ditentukan di sana. Kedudukan yang ia peroleh adalah karena ia akan menikah dengan Rasulullah di sana, di Saraf. Karena itu, Saraf menjadi tempat yang sangat ia dambakan. Barrah pun berharap agar Saraf menjadi tempat peristirahatan terakhir baginya dan di sanalah ia akan dimakamkan.

Rasulullah telah menemuinya. Beliau menikahi Barrah pada bulan Syawal 7 H kemudian segera membawanya pulang ke Madinah. Di Madinah, Rasulullah mengganti nama Barrah menjadi Maimunah. Hal itu karena pernikahan Rasulullah dengan Barrah berlangsung dalam kesempatan yang penuh rahmat dan indah.

Halaman:
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita muslim lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement