Masjid Lautze merupakan tempat ibadah muslim yang cukup unik dan menarik perhatian karena arsitekturnya yang penuh dengan ornamen budaya Tionghoa.
Masjid Lautze terletak di Jalan Lautze, Pasar Baru, Sawah Besar, Jakarta Pusat. Di lokasi ini yakni tak lain adalah salah satu kawasan Pecinan, dimana warga berdarah Tionghoa bermukim di sini.
Bentuk dari masjid satu ini tidak seperti pada umumnya, Masjid Lautze terletak di antara deretan ruko-ruko. Selain itu, tempat ini diberi hiasan dan ornament-ornamen khas kultur Tionghoa sehingga nuansanya pun berbeda dengan yang lainnya.
Hal ini pun diungkapkan oleh Humas Masjid Lautze, Ustadz Yusman Iriansyah. Ia menceritakan awal mula berdirinya masjid unik ini.
Berawal dikelola oleh Yayasan Haji Karim Oei pada tahun 1991, masjid ini difungsikan sebagai area dakwah di kalangan etnis Tionghoa di Jakarta.
Haji Karim Oei tidak sendiri, berdirinya Masjid Lautze juga didukung oleh beberapa Ormas Islam, seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), hingga tokoh muslim Tionghoa.
“Awalnya pendiri masjid ini menyewa ruko untuk dijadikan tempat berdakwah. Lalu ruko yang selama ini digunakan dibeli dan dijadikan masjid hingga saat ini. Berdirinya Masjid Lautze ini juga digawangi berbagai ormas Islam,” katanya Sabtu (18/1/2020).
Menurut Ustadz Yusman Iriansyah, nama masjid ini diambil dari nama jalan berdirinya bangunan tersebut, yaitu jalan Lautze. Hingga akhirnya masyarakat pun mengenalnya dengan Masjid Lautze.
Bukan hanya itu saja, dalam bahasa Mandarin Lautze atau Lao Zi artinya adalah guru, untuk itu masjid satu ini bisa dikatakan sebagai tempat bergurunya muslim Tionghoa.
Akhirnya pada tahun 1994 tempat ini resmi menjadi masjid dan pusat kajian bagi etnis Tionghoa, dan diresmikan oleh Ketua ICMI BJ. Habibie kala itu. “Waktu itu Masjid Lautze diresmikan Pak Habibie,” ujarnya.
Nuansa masjid ini memang sangatlah berbeda. Terdapat ornamen khas China, nuansa warna merah dan kuning, kaligrafi dan aksara pinyin (tulisan China) yang masing-masing memiliki arti nama serta kalimat-kalimat Allah dan Nabi Muhammad.
Ustadz Yusman Iriansyah mengatakan, adanya ornamen khas China di masjid ini bertujuan sebagai pendekatan kepada jamaah beretnis Tionghoa, khususnya bagi para mualaf sehingga kesan suasanannya tidaklah berubah dari kebudayaan semula.
“Ini untuk pendekatan kami. Sengaja dipajang tulisan China, ada lampion, warna catnya merah itu untuk pendekatan kepada jamaah etnis Tionghoa,” terang Ustadz Yusman Iriansyah.
Lebih lanjut, kata Ustadz Yusman Iriansyah, saat ini Masjid Lautze juga membuka pelayanan bagi orang yang ingin menjadi mualaf. Mulai dari pembacaan dua kalimat syahadat hingga bimbingan dilakukan di masjid ini.
“Karena banyak permintaan, akhirnya kita buka pelayanan bagi yang ingin dibimbing (jadi mualaf). Alhamdulillah, banyak juga yang membaca syahadat di sini (Masjid Lautze),” pungkasnya.
(Dyah Ratna Meta Novia)