DAMPAK pandemi global corona virus disease (covid-19) membuat pemerintah dan semua pihak melakukan pengetatan dalam beraktivitas. Termasuk mengimbau masjid-masjid untuk sementara tidak menggelar sholat berjamaah. Kemudian juga tidak melaksanakan Sholat Idul Fitri di masjid atau lapangan.
Aktivis Nahdlatul Ulama (NU), Maria Ulfah Anshor, menilai apa yang dilakukan pemerintah terkait larangan melakukan sholat berjamaah di tengah pandemi corona tidak menyalahi hak kebebasan beragama dan berkeyakinan karena demi kemaslahatan orang banyak.
"Dari sisi keagamaan bahwa pembatasan hak kebebasan beragama berkeyakinan bisa dibenarkan karena kita semua punya kewajiban untuk menjaga jiwa, akal pikiran, harta, keturunan, dan agama. Dalam beberapa hal pembatasan hak kebebasan beragama berkeyakinan dimaksudkan untuk itu," kata Maria dalam diskusi daring bertema Covid-19 dan Peran Agamawan di Indonesia, Jumat 22 Mei 2020, dikutip dari VOA.
Maria mengungkapkan berdasarkan kovenan (perjanjian), hak kebebasan beragama dan berkeyakinan dapat dibatasi. Pembatasan itu, jelas dia, harus berdasarkan hukum yang melindungi lima hal, yakni keselamatan, ketertiban, kesehatan, moral dan kebebasan mendasar masyarakat.
"Dalam konteks penanganan virus corona maka pembatasan ditujukan untuk melindungi kesehatan masyarakat. Maka bisa dilakukan," ujarnya.
Supaya tidak menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat, menurut Maria, peran tokoh agama dan organisasi keagamaan sangat dibutuhkan dalam mensosialisasikan kebijakan penanganan virus corona.
"Perannya adalah kontribusi teologis agama seperti penerbitan fatwa atau imbauan keagamaan. Kemudian, filantropi keagamaan (penggalangan donasi). Peran pendidikan dan penyadaran masyarakat itu dilakukan oleh tokoh agama," ungkapnya.