Bulan Muharram merupakan bulan pertama tahun Hijriyah. Bulan ini memiliki keistimewaan yang tak bisa dilewatkan begitu saja oleh umat muslim. Di antara keistimewaan bulan Muharram adalah termasuk salah satu bulan yang suci.
Karenanya, kaum Muslimin tentunya tak ingin ketinggalan dan bahkan berlomba-lomba untuk mengamalkan segala anjuran di Bulan Muharram. Namun, perlu berhati-hati karena dalam mengerjakan ibadah sunah harus dipastikan bersumber dari hadits yang shahih. Hal ini dipertegas oleh Buya Yahya dalam salah satu dakwahnya.
“Banyak riwayat-riwayat yang disusupkan kepada Islam tetapi tidak benar, namun banyak dipegangi oleh hamba-hamba Allah, termasuk puasa akhir tahun dan awal tahun,” kata Buya.
Diperjelas kemudian, dirinya mendengar sebuah riwayat yang mengatakan bahwa berpuasa di akhir tahun yakni 30 Dzulhijjah dan dilanjutkan pada tanggal 1 Muharram maka pahalanya seperti beribadah 50 tahun. Selain itu, terdapat pula anjuran membaca ayat kursi yang diawali dengan bismillah 360 kali dan menulis basmallah 113 kali.
Terkait hal ini, Buya menegaskan bahwa riwayat tersebut jelas merupakah fitnah, karena penentuan awal dan akhir tahun dalam kalender Hijriyah baru diputuskan di zaman kekhalifahan Umar bin Khattab, bukan dari zaman Nabi Muhammad SAW.
“Ini jelas bohong riwayatnya, awal tahun dan akhir tahun itu menentukannya dari zaman Umar bin Khattab, bukan pada zaman Nabi,” tegas Buya. “Kalau untuk amalan bulan Muharram cukup hadits shahih yang berbunyi, “puasa yang paling bagus setelah Ramadhan adalah puasa di Bulan Muharram.” Ini sudah cukup.”
Adapun adanya tambahan anjuran seperti membaca ayat kursi atau bacaan lainnya tidak menjadi masalah asalkan tidak dinisbatkan kepada Nabi Muhammad SAW. Jadi hukumnya hanya anjuran baik, bukanlah sunnah karena bukan Nabi Muhammad SAW yang mencontohkan. “Kalau cuma menganjurkan saja tidak apa-apa, bagus. Asalkan jangan dinisbatkan kepada Nabi. Itu dusta, tidak boleh,” tambahnya.
Lebih lanjut, Buya berpesan kepada umat Muslim untuk senantiasa berhati-hati dan bersikap waspada akan adanya amalan-amalan tidak pasti atau palsu yang harus diperhatikan dan tidak boleh diikuti begitu saja. Hal ini dikarenakan dapat menjadi celah bagi pemecah kesatuan Islam yang dapat menimbulkan perdebatan dan permusuhan.
“Kalau riwayat-riwayat aneh hati-hati, terutama untuk para pembimbing. Harus waspada, karena kita bertanggung jawab langsung di hadapan Allah SWT.”
Jika tak bisa menentukan mana riwayat yang benar atau tidak, Buya menganjurkan untuk hanya mengikuti hadits Nabi yang shahih tadi. Ditambahkan kemudian, diantara bulan Muharram ada satu hari yang istimewa, yakni 10 Muharram atau Asyura, dimana dianjurkan untuk dilakukan ibadah puasa. Akan lebih baik jika menambahkan sehari sebelum atau sesudah tangal 10 Muharram agar berbeda dari tanggal berpuasanya kaum Yahudi.
“Di antara bulan Muharram ada satu hari yang paling istimewa yaitu di 10 Muharram atau Asyura. Akan lebih baik jika Anda tambahkan di tanggal 9-nya juga biar berbeda karena puasa di tanggal 10 Muharram adalah puasanya orang Yahudi,” ungkapnya. “Kalau tidak bisa tanggal 9 nya, boleh di tanggal 11. Atau jika untung bisa dari tanggal 9, 10 dan 11, biar dapat pahala double,” pungkasnya.
(Muhammad Saifullah )