Jika yang ditawarkan berkenan, bisa berlanjut sesuai dengan adab Islam bahkan bisa menuju pernikahan, akan tetapj jika tidak berkenan maka stop sampai di situ dan wajib ditinggalkan serta tidak ada hubungan lagi sama sekali.
Imam Al-Bukhari berkata pada shahihnya,
ﻋﺮْﺽ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﻧﻔﺴَﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﺍﻟﺼﺎﻟﺢ
“Bab: Seorang wanita menawarkan dirinya kepada seorang lelaki yang shalih”
جَائَتِ امْرَأَةٌ إِلَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُُُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَعْرَضُ عَلَيْهِ نَفْسَهَا
Anas bin Malik berkata:
“Seorang wanita datang kepada Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- dan menawarkan dirinya kepada beliau (untuk dinikahi).”
Ini adalah taqrir (persetujuan) Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap perbuatan wanita ini dan beliau tidak mengingkarinya.
Banyak ulama menjelaskan hukumnya adalah boleh/muba. Sehingga untuk urusan yang “mubah” menawarkan diri pada laki-laki yang sudah beristri tentu perlu pertimbangan yang banyak dan musyawarah, tidak boleh sembarangan dan gegabah.
Al-Hafidz Ibnu Hajar menjelaskan:
ﺟﻮﺍﺯ ﻋﺮﺽ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﻧﻔﺴﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﺍﻟﺼﺎﻟﺢ ﺭﻏﺒﺔ ﻓﻲ ﺻﻼﺣﻪ ، ﻓﻴﺠﻮﺯ ﻟﻬﺎ ﺫﻟﻚ
“(Hukumnya) boleh bagi seorang wanita menawarkan dirinya untik dinikahi laki-laki yang shalih karena menginginkan kebaikan, ini boleh baginya.”
Demikianlah beda antara pelakor dan menawarkan diri secara terhormat.
(Vitrianda Hilba Siregar)