JAKARTA - Penggunaan Vaksin Astrazeneca masih menjadi polemik di kalangan publik, terutama umat Islam. Apakah diperbolehkan atau tidak, apakah haram ataukah tetap boleh digunakan masih menjadi pertanyaan umat.
Al Ustadz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc, Sp.PK menjelaskan beberapa hal terkait Vaksin Astrazeneca tersebut.
Dalam akun Instagramnya dikutip pada Senin (22/3/2021), disebutkan Petugas Lab Covid-19, PJ Plasma Konvalesen & Alumnus Ma’had Al-Ilmi Yogyakarta ini bahwa Vaksin astrazeneca memang menggunakan tripsin babi yang berfungsi sebagai katalisator.
Baca Juga: Kerja Sama Halal Luar Negeri, Kemenag Beri 10 Syarat Harus Dipenuhi
Nah berikut ini penjelasan lengkapnya:
1. Vaksin astrazeneca menggunakan tripsin babi yang berfungsi sebagai katalisator. Prinsip katalisator itu “bersinggungan” lalu dibersihkan dan tidak ada pada hasil akhir, sehingga vaksin astrazeneca tidak mengandung babi. Pada label vaksin ada dua tulisan keterangan, yaitu
Pertama: “Bersinggungan dengan bahan dari babi (ini maksudnya enzim katalisator)
Kedua: “Mengandung babi” (misalnya menggunakan gelatin dari babi)
Dua keterangan ini perlu dibedakan dan sebagian media sering salah memberitakan.
2. Mayoritas dewan fatwa dunia dan internasional berfatwa bahwa vaksin dengan pronsip katalisator darj babi itu mubah karena sudah tidak ada lagi pada hasil akhir dengan menggunakan prinsip istihalah dan istihlak.
Baca Juga: Kisah Nabi Nuh Dikhianati Istrinya
3. Vaksin Astrazeneca sudah dipakai oleh beberapa negara-negara Islam seperti Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, Bahrain, Oman, Mesir, Aljazair, dan Maroko. Tentu mereka punya ulama dan dewan fatwa masing-masing yang membahas halal-haram vaksin
4. Kita menghormati fatwa MUI yang menyatakan haram dan boleh digunakan karena darurat (kita harus bersyukur ada MUI yang banyak memberi pencerahan pada umat). Salah satu ajaran mazhab Syafi’iyyah yaitu: “Tidak ada penerapan istihalah pada babi” (atau bahasa lepasnya: Tidak ada ampun buat babi). Penggunaan enzim katalisator pada vaksin, meskipun sudah tidak menggandung babi lagi tetap saja haram, karena tidak berlaku istihalah pada babi
5. Ini sebagaimana pembahasan vaksin polio IPV dan vaksin MR dahulunya (sudah cukup banyak tulisan kami dan video kami membahas hal ini). Fatwa MUI untuk MR san polio IPV yang menggunakan enzim babi sebagai katalisator adalah haram dan boleh digunakan ketika darurat. Ini berbeda denfan fatwa mayoritas dewan fatwa dunia dan internasional dengan konsep istihalah dan istihlak vaksin ini mubah
Contohnya:
Fatwa lembaga Internasional: Fatwa Majma’ Fiqih Al-Islami, dengan judul
(بيان للتشجيع على التطعيم ضد شلل الأطفال)
“Penjelasan untuk MEMOTIVASI gerakan imunisasi memberantas penyakit Polio"
Lembaga ini nama resminya adalah Majma’ Al-Fiqihi Al-Islami di bawah naungan Rabithah Al-‘Alam Al-Islami atau Liga Muslim se-Dunia adalah organiisasi Islam Internasional terbesar yang berdiri di Makkah Al-Mukarramah pada 14 Zulhijjah 1381 H/Mei 1962 M oleh 22 Negara Islam
Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran