Sementara itu, Mudather Saad, warga desa Nuba lainnya, menjelaskan, “Semua hidangan yang Anda lihat di tepi jalan ini adalah apa yang tersedia di rumah-rumah. Ini disiapkan oleh para istri atau anak-anak perempuan di rumah, atau oleh siapa pun yang ingin menawarkan makanan berbuka untuk mereka yang berpuasa, atau untuk orang yang tidak dapat berpuasa selama Ramadan karena sakit seperti diabetes. Orang itu mempersiapkan makanan dan membawanya ke tempat ini. Tetapi kebanyakan hidangan adalah makanan rumahan, sederhana, apapun yang tersedia di rumah dibawa ke meja iftar
Berkendi-kendi minuman khas setempat, hilw-mor, minuman yang dibumbui jahe dan kayu manis, juga dituangkan ke gelas-gelas.
Setelah itu, sederet makanan tradisional, mulai dari bubur hingga kurma disajikan untuk dinikmati semua orang.
Sementara sejumlah warga desa membagikan makanan, yang lainnya masih sibuk melambaikan tangan, memberi tanda agar mobil-mobil dan bus-bus di jalan raya yang sibuk itu menepi dan berhenti. Mereka mengajak pengemudi untuk berhenti dan bergabung dalam dika, atau berbuka puasa bersama di tepi jalan.
Ibrahim, meskipun kesulitan dengan sedikitnya penghasilannya sebagai guru, bersikukuh untuk berbagi hidangan berbukanya sejak Ramadan dimulai pada 13 April lalu. Ia mengemukakan, "Kebiasaan ini tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi karena Allah SWT mengulurkan kasih dan sayangnya selama bulan suci ini. Buktinya adalah jika ada seseorang tidak punya sesuatu pun dan duduk mengikuti dika mereka akan menemukan makanan bergizi.”