2. Boleh mencampur harta anak yatim dengan pernikahan
Perkara terkait mengurus anak yatim ini jugalah yang kemudian mendasari munculnya peraturan serta tindakan poligami dalam Islam. Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:
وَاِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوْا حَكَمًا مِّنْ اَهْلِهٖ وَحَكَمًا مِّنْ اَهْلِهَا ۚ اِنْ يُّرِيْدَآ اِصْلَاحًا يُّوَفِّقِ اللّٰهُ بَيْنَهُمَا ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيْمًا خَبِيْرًا
Artinya: "Dan jika kamu khawatir terjadi persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan seorang juru damai dari keluarga perempuan. Jika keduanya (juru damai itu) bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sungguh, Allah Mahateliti, Maha Mengenal." (QS An-Nisa: 35)
Baca juga: Dikabarkan Terpapar Covid-19, Ustaz Abdul Somad: Jin Kafir, Hantu dan Setan Pun Berkomentar
Tafsir ayat tersebutlah yang menjadi landasan bagi seorang Muslim dalam hal poligami. Ustadz Abdul Somad mengatakan, "Apabila kamu khawatir tidak adil terhadap anak yatim, maka jalan terbaiknya adalah mencampurkan harta wali dengan harta anak yatim dengan cara menikahinya. Asal dengan niat yang baik."
UAS melanjutkan, esensi dan makna dari poligami adalah untuk menciptakan kebaikan. Dengan menikahi sosok ibu dari si anak yatim, maka ibunya terjaga, anaknya terpelihara.
Dalam hal ini, Ustadz Abdul Somad menekankan bahwa tindakan poligami tidak boleh dilandaskan hawa nafsu semata, semisal asal-asalan melihat gadis muda terus dinikahi, tapi juga berdasarkan kebaikan lainnya.
Wallahu a'lam bishawab.
(Hantoro)