Didorong semangat jihad yang digelorakan oleh Kiai Hasyim Asyari melalui Resolusi Jihad serta kesadaran agar terlepas dari belenggu penjajahan untuk masa depan anak-anak dan cucu-cucu di Indonesia, Kiai Subchi memberikan bekal berupa doa kepada barisan Hizbullah dan Sabilillah.
Saat itu di kota Temanggung terdapat kekuatan tentara Jepang sebanyak 1 kompi dengan senjata lengkap, yang berkedudukan di alun-alun Mungseng dan di Gudang Seng serta sebagian di sekolahan Banyu Tarung dipimpin oleh Yamakawa seorang Perwira dai Nippon yang kejam.
Para Pemuda Laskar Bambu Runcing (Hisbullah) yang dipimpin oleh Komandan Sulaiman Basyir, beserta BKR selalu siap siaga mencegah kendaraan yang lewat terutama kendaraan Jepang untuk digeledah yang memungkinkan membawa senjata. Setelah keadaan tersebut berlangsung berulang kali kejadian, terjadilah duel/perkelahian antara Hisbullah, BKR dan AMRI, di satu pihak melawan tentara Jepang.
Di satu pihak melawan tentara Jepang sebanyak 9 orang yang sedang jalan-jalan di kota Parakan dan kota Ngadirejo. Dalam perkelahian ini 3 orang Serdadu Jepang tewas, sedang yang 6 orang melarikan diri ke Gunung Sindoro, mayat ketiga orang Jepang tadi kemudian dikubur di kuburan Batuloyo muka Kantor Kecamatan Parakan.
Kejadian tersebut sangat mengkhawatirkan, dimungkinkan akan adanya pembalasan dari tentara Jepang di kota Temanggung yang bersenjata lengkap .
Para pemuda merasa panik dan ketakutan, kemudian berbondong-bondonglah para Anggota Hisbullah BKR datang menghadap KH Subchi yang dianggap sebagai sesepuh di Parakan untuk dimohon gemblengan dan wejangan,
Pemuda di daerah-daerah di luar Kabupaten Temanggung berbondong-bondong datang menghadap kepada Mbah Subeki dengan berjalan, naik truk terbuka dan Pemerintah menyediakan Kereta Api Luar Biasa (KLB).
Naik kereta api sampai penuh sesak dan menaiki di atas kereta api sampai gerbong panjang sekali seperti ular bergerak. Sampai Parakan mereka menghadap Mbah Subeki sampai antri sepanjang jalan Kauman, jalan jetis kulon.
Menurut buku catatan, sekitar 10.000 orang tiap hari selama 1 tahun warga datang ke Parakan. Pada waktu itu pemuda-pemuda dari pulau Jawa-Madura, dan banyak sekali dari Luar Jawa.
Pada waktu itu Kota Parakan, pagi, siang, malam seperti pasar malam, bahkan seperti di Makkah, karena ada antrean panjang seperti para Jamaah Haji di waktu thawaf.