Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Menengok Gua Hira di Jabal Nur, Tempat Nabi Muhammad SAW Terima Wahyu Pertama

Dani Jumadil Akhir , Jurnalis-Sabtu, 06 Agustus 2022 |19:51 WIB
Menengok Gua Hira di Jabal Nur, Tempat Nabi Muhammad SAW Terima Wahyu Pertama
Gua Hira (Foto Okezone/Dani)
A
A
A

Bagian puncak Jabal Nur cukup luas. Di beberapa sisi di pagar dari batu atau besi sebagai pengaman. Terdapat ruang yang cukup luas untuk lesehan bagi 10-15 orang. Untuk mencapai Gua Hira harus turun tidak jauh dari puncak Jabal Nur dan cukup terjal jalannya.

Untuk memudahkan jamaah, ada tulisan 'Gua Hira' sebagai penanda tempat tersebut adalah Gua Hira.

Namun, lokasi untuk menuju Gua Hira cukup curam sehingga harus hati-hati sekalipun sudah ada pembatas dari besi yang bisa digunakan sebagai pegangan.

Area masuk Gua Hira melalui lorong sempit, bahkan di satu sisi harus memiringkan badan supaya bisa lewat karena diapit batu yang besar.

Usai melewati lorong sempit barulah terlihat Gua Hira. Tidak seperti gua yang ada di Indonesia. Hanya ada lubang yang tertutup batuan.

Jika digunakan untuk merenung atau berkontemplasi sendirian, tempat dengan panjang 4 meter dan lebar 1,5 meter tersebut nyaman. Ada beberapa jamaah yang memanfaatkan untuk shalat maupun berdoa di Gua Hira.

Kisah Nabi Muhammad SAW Terima Wahyu Pertama

Kejadian itu bermula ketika Nabi Muhammad SAW sangat prihatin akan keruntuhan moral yang sangat mengkhawatirkan di Kota Makkah.

Dalam riwayat disebutkan, tatkala Nabi Muhammad SAW berusia 40 tahun, semakin mendalam-lah hasrat Nabi Muhammad untuk menyendiri guna menjernihkan hati dan pikiran mengingat kondisi kehidupan sosial masyarakatnya yang sarat dengan kejahiliyahan. Nabi Muhammad pergi, mencari tempat yang dianggap tepat untuk ber-tahannuts.

Di dalam gua itulah Nabi Muhammad SAW mengasingkan diri. Beliau melakukan ini semata-mata demi memenuhi kebutuhan rohaninya; kebersihan hati, kelembutan perasaan, kejernihan pikiran dan pandangan.

Hingga suatu malam yang gelap, di malam 17 Ramadan atau sekitar 6 Agustus 610 M, Sang Rasul terbangun dari tidurnya.

Nabi Muhammad terbangun karena mendengar kedatangan sesuatu yang mengejutkan sekaligus membuat dirinya sangat ketakutan. Dialah Malaikat Jibril yang tiba-tiba sudah berada di hadapan beliau lalu berkata dengan lantangnya.

"Gembiralah wahai Muhammad! Saya Jibril dan engkau adalah rasul Allah SWT untuk umat ini.”

Setelah menunjukkan suatu tulisan – demikian suatu sumber menyebutkan- Jibril memerintahkan Muhammad untuk membacanya.

Diceritakan, kala Jibril menuntun beliau membaca. Ada yang berpendapat bahwa maksud membaca ini merupakan perintah (amr) takwim, bukan perintah taklif; yaitu diperintah supaya beliau menjadi pembaca. Dengan demikian, maksud perintah tersebut adalah, “Jadilah engkau pembaca dengan kodrat dan iradat Tuhan.”

“Bacalah!” Kata Jibril. Nabi Muhammad SAW menjawab, “Aku tidak bisa membaca.” Kemudian Jibril memeluk dan mendekap beliau erat-erat sehingga Nabi merasa kepayahan. Jibril lalu melepaskan dekapannya dan kembali berkata, “Bacalah!”

Nabi tetap menjawab, “Aku tidak bisa membaca.” Untuk kedua kalinya Jibril memeluk dan mendekap Nabi dan beliau pun kembali kepayahan. Setelah melepaskan lagi dekapannya terhadap Nabi, Jibril berkata, “Bacalah!”

Nabi masih menjawab, “Aku tidak bisa membaca.” Jibril memeluk dan mendekap Nabi dan beliau pun kembali kepayahan.

Setelah melepaskannya, Jibril menuntun Nabi dengan kalimat tertulis dalam Al-Qur’an, yang artinya:

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-Alaq [96]: 1-5).

(Khafid Mardiyansyah)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita muslim lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement