GHIBAH atau mengunjing orang lain merupakan salah satu perbuatan yang dapat melemahkan persatuan dan hubungan sosial, menghancurkan moral, serta menghilangkan rasa saling percaya. Ini bisa menjadi bibit yang meruntuhkan kerja sama dan sikap saling tolong-menolong.
Lebih parahnya lagi ghibah dapat mengapus pahala amal salih seseorang. Sebanyak apa pun pahala amalan ibadah yang telah diperbuat, jika melakukan ghibah maka akan sia-sia.
BACA JUGA:Dighibahi Orang Lain, Ini Cara Mudah Menangkalnya Kata Gus Baha
Dalam salah satu riwayat hadits, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam bersabda:
"Tahukah kalian apa itu ghibah?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Kemudian Beliau Shallahu’alaihi wasallam bersabda, “Engkau menyebut-nyebut saudaramu tentang sesuatu yang ia benci.” Kemudian ada yang bertanya, “Bagaimana menurutmu jika sesuatu yang aku sebutkan tersebut nyata-nyata apa pada saudaraku?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Jika memang apa yang engkau ceritakan tersebut ada pada dirinya itulah yang namanya ghibah, namun jika tidak berarti engkau telah berdusta atas namanya.” (HR Muslim)
Seseorang manusia jika melanggar hak Allah Subhanahu wa Ta'ala maka akan berurusan dengan Allah Ta'ala. Adapun jika seseorang mengabaikan hak orang lain, bisa jadi dia berurusan dengan seseorang yang memiliki sifat tidak mudah memaafkan.
Ghibah tidak hanya melanggar hak Allah Subhanahu wa Ta'ala, tapi juga melanggar hak dan kehormatan orang yang di-ghibah-i. Allah Ta'ala tidak akan mengampuni pelaku ghibah sebelum orang yang di-ghibah-i memaafkannya.
BACA JUGA:Bahaya Ghibah di Medsos, Melanggar Hak Allah hingga Terhapusnya Amalan Kebaikan
Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menghinakan dan menyingkap tabir aib orang yang meng-ghibah-i, di dunia maupun akhirat. Tidak hanya itu, ghibah merupakan perbuatan yang dapat menghapus pahala amalan salih.
Pahala amalan baik pelaku ghibah akan berpindah kepada orang yang dia ghibah. Sedangkan dosa-dosa korban ghibah-nya akan berpindah kepadanya (pelaku ghibah).
Oleh karena itu, ghibah sangatlah berbahaya. Maka hendaknya seseorang agar senantiasa waspada terhadap diri sendiri agar tidak terjerumus dalam perbuatan yang diharamkan. Adapun jika sudah telanjur terjatuh ke dalamnya maka hendaknya bersegera bertobat.
Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran
Follow Berita Okezone di Google News
Imam Nawawi menjelaskan di dalam kitab Al-Adzkar, "Ketahuilah bahwasanya ghibah itu sebagaimana diharamkan bagi orang yang menggibahi, diharamkan juga bagi orang yang mendengarkannya dan menyetujuinya."
Maka wajib bagi siapa saja yang mendengar seseorang mulai menggibahi (saudaranya yang lain) untuk melarang orang itu, kalau dia tidak takut kepada mudhorot yang jelas. Dan jika dia takut kepada orang itu, maka wajib baginya untuk mengingkari dengan hatinya dan meninggalkan majelis tempat ghibah tersebut jika hal itu memungkinkan.
KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau akrab disapa Gus Baha mengatakan, jika sedang dibicarakan orang lain haruslah ingat bahwa mereka pun adalah manusia biasa, juga bukan yang mengatur hidup dan mati manusia. Namun, apabila Allah Subhanahu wa Ta'ala yang membicarakannya maka itu adalah masalah.
"Mereka itu siapa? Ya orang. Lha iya orang. Orang itu bukan yang mengatur hidupku, bukan yang mengatur matiku. Makannya tidak masalah, kalau yang ngomongin saya Allah, masalah," ujar Gus Baha, dikutip dari akun Instagram @sabdaulamanu.
Selain itu, tambah Gus Baha, apabila semasa hidup Anda dibicarakan orang lain, yaitu caranya adalah hanya mengatakan bahwa Anda tidak membutuhkan mereka yang selalu melakukan ghibah. Tapi yang dibutuhkan adalah rahmat dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Makannya tidak masalah, jadi kalau sedang diomongin orang ingat saja, kalau mereka juga manusia yang hidupnya bergantung kepada Allah. Kamu juga bergantung kepada Allah. Sama-sama tidak jelasnya, kok susah," terangnya.
Kemudian bagaimana aturannya menggunakan media sosial? Apakah berita yang didapat benar-benar dapat ditelan begitu saja. Menyikapi hal ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan fatwa, yakni tentang Hukum dan Bermuamalah Melalui Media Sosial.
Lima poin yang ada di dalam fatwa tersebut yakni setiap Muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan untuk:
1. Melakukan ghibah, fitnah, namimah, dan penyebaran permusuhan.
2. Melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras, atau antar-golongan.
3. Menyebarkan hoaks serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, seperti info tentang kematian orang yang masih hidup.
4. Menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara syari.
5. Menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat dan/atau waktunya.
Wallahu a'lam bisshawab.
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.