RAMADHAN tahun ini dijalani mahasiswa Indonesia Amalia Zahira dalam suasana berbeda karena harus tinggal selama satu semester di Korea Selatan untuk program pertukaran pelajar. Ia tepatnya berada di Kota Jeonju, Provinsi Jeollabuk.
Amalia Zahira bergabung pada program pertukaran pelajar di Jeonbuk National University (JBNU). Ia bisa dibilang beruntung karena pada semester ini kampus menyiapkan mushola di gedung kuliah. Ruangan mushola tersebut dibagi menjadi dua, yakni untuk pria dan wanita.
Jarak antara asrama dan gedung kuliah cukup jauh dan bisa membutuhkan waktu sekira 20 menit jika berjalan kaki. Maka itu dengan adanya ruangan tersebut, para Muslim menjadi sangat terbantu.
"Selain itu, teman-teman korea kami memiliki toleransi yang tinggi dan mau mengenal tentang Islam. Sehingga, menjalani ibadah bagi kami para Muslim rasanya mudah di sini," ungkap Amalia Zahira dalam keterangannya yang diterima Okezone.
Bulan Ramadhan tahun ini jatuh pada pertengahan Maret sampai pertengahan April 2023 yang artinya kaum Muslimin di Jeonju menjalani ibadah puasa saat musim semi.
Awal musim semi di Korea Selatan dihiasi banyak bunga cherry blossoms. Amalia mengatakan ini pertama kalinya bisa melihat bunga cantik tersebut secara langsung.
Udara pada musim semi cenderung masih dingin, terlebih lagi jika hujan turun. Semua itu menjadi sebuah keuntungan bagi umat Islam yang menjalani ibadah puasa.
Masih di wilayah kampus, tidak terlalu jauh namun tidak juga dekat, terdapat masjid dengan nama Masjid Abu Bakr As'Siddiq. Masjid tersebut sudah lama dibangun oleh mufti setempat.
Masjid ini juga dikelola oleh komunitas Muslim di sana. Kebanyakan jamaahnya memang bukan masyarakat Korea Selatan, namun sudah banyak masyarakat lokal yang bersyahadat di masjid itu.
Masjid Abu Bakr As'Siddiq memberikan amanah kepada tiap-tiap jamaahnya sesuai asal negara masing-masing untuk menjadi tuan rumah buka puasa bersama di masjid pada bulan Ramadhan kali ini.
Peran tuan rumah ini bergiliran dimulai dari Korea Selatan sampai Mesir. Kebetulan kali ini Indonesia dipasangkan dengan Malaysia untuk menjadi tuan rumah pada minggu kedua bulan Ramadhan. Oleh karena itu, para pelajar bersama-sama mempersiapkan acara buka puasa tersebut.
"Kami membagi tugas antara belanja dan memasak. Aku mendapat tugas memasak takjil bersama beberapa teman perempuan lainnya," beber Amalia.
"Kami memasak di rumah Kak Sari, orang Indonesia yang menetap di Jeonju bersama suami dan anaknya. Kami membuat takjil khas Indonesia dan Malaysia. Untuk takjil yang dari Indonesia, kami membuat gorengan pastel," imbuhnya.
Sementara takjil khas Malaysia bernama karipap dan cekodok pisang. Membutuhkan dua hari untuk membuat takjil tersebut. Mereka harus membuat sebanyak 300 buah pada masing-masing jenisnya karena diperkirakan jamaah yang datang kurang lebih 300 orang.
Untuk makanan beratnya, mereka menghidangkan nasi lemak khas Malaysia yang dimasak oleh para pelajar laki-laki di dapur masjid. Tidak sampai situ, ternyata mereka mendapat sumbangan lauk lagi berupa rendang ayam dari Komunitas Pekerja Migran Indonesia (PMI).
"Sebagai pelengkap, kami juga menyediakan kurma dan buah lainnya. Juga air putih dan soda gembira. Lengkap sudah hidangan kami untuk acara buka puasa bersama pada hari itu," papar Amalia.
Jumat 21 April 2023, ia dan beberapa teman diundang acara malam takbiran ke rumah Kak Rois dan Kak Ery. Banyak orang Indonesia di sana berkumpul dan semua makan malam bersama.
Mereka menyantap berbagai hidangan Korea yang sudah pasti halal. Hidangan yang pertama dimakan adalah dakgalbi yaitu ayam marinasi yang ditumis. Setelah itu membuat bokkeumbap atau nasi goreng ala Korea, juga ramyun dengan kerang dan odeng.
"Seru sekali rasanya bisa berkumpul, memasak, dan makan bersama komunitas Muslim Indonesia yang ada di Jeonju. Setelah makan, tidak lupa kami membereskan sisa makanan dan mencuci piring bersama," jelas Amalia.
"Setelah membereskan semuanya, kami duduk bersama dan menyantap es krim, juga buah stroberi. Malam ini terasa mewah, terlebih lagi bagi kami para pelajar rantauan. Malam sudah mulai larut, kami pun berfoto bersama kemudian pulang ke rumah masing-masing. Lagi-lagi tuan rumah membawakan kami oleh-oleh untuk dibawa pulang. Berkah selalu Kak Rois dan Kak Ery," tambahnya.
Besoknya ia bangun pagi-pagi sekali dan bersiap-siap ke masjid. Kebetulan Amalia sedang tidak boleh sholat, namun pergi ke masjid rasanya menyenangkan apalagi berkumpul bersama teman-teman di sana. Bahkan, teman-temannya yang non-Muslim pun ikut pergi untuk merasakan meriahnya hari raya Idul Fitri.
Setelah Sholat Idul Fitri, mereka berkumpul bersama dan bermaaf-maafan, juga berfoto bersama. Dari masjid, mereka berjalan bersama menuju rumah makan untuk makan bersama.
Menu Lebaran kali ini memang tidak seperti di Indonesia. Tidak ada opor ayam ataupun rendang. Mereka pun memesan makanan khas korea yakni galbitang dan bibimbab.
Walaupun jauh dari rumah, kebersamaan dalam beribadah masih terjadi di sini, apalagi ia mendapat teman-teman baru dari kultur berbeda untuk saling bertukar cerita tentang kebiasaan Ramadhan di negara asal masing-masing.
Mereka sangat bersyukur telah dipertemukan oleh komunitas dan orang-orang yang dekat dengan agamanya. Ramadhan di Korea Selatan mungkin akan menjadi salah satu kenangan terbaik yang Amalia miliki.
"Untuk mengingatnya, aku membuat video dan mengunggahnya pada akun YouTube-ku. Semoga amal ibadah tahun ini berkesan dan kita dapat meninggalkan bulan Ramadhan dengan menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Aamiin," pungkasnya.
(Hantoro)