INILAH kisah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam memilih domba untuk dijadikan hewan kurban. Beliau memilih domba yang sudah dikebiri untuk dikurbankan.
Dikutip dari laman Konsultasi Syariah, diungkapkan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam mengurbankan dua domba jantan yang dikebiri.
Diterangkan juga bahwa tidak mengapa mengebiri hewan jika maksudnya untuk kepentingan yang benar. Inilah pendapat mayoritas ulama.
Dalam sunnah tidak disebutkan ada perlakuan khusus dari Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam atau hukum-hukum khusus terkait hewan-hewan yang dikebiri. Hal yang ada adalah hadits bahwa beliau berkurban dengan dua domba jantan yang dikebiri.
Hal ini menjadi dalil disyariatkannya kurban, dan dari satu sisi menunjukkan disyariatkannya kebiri. Sementara dari sisi lain juga menunjukkan disyariatkannya berkurban dengan hewan dikebiri.
Imam Ahmad (23348) meriwayatkan bahwa Abu Rafi' berkata, "Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam mengurbankan dua ekor domba jantan berwarna putih hitam yang dikebiri." Hadits ini disahihkan oleh Syekh Al Albani dalam kitab Al-Irwa' (4/360).
قال الشيخ ابن عثيمين الله :
” يجوز الأضحية بالخصي ؛ لأنه ثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه ضحى بكبشين موجوءين – يعني: مقطوعي الخصيتين- ووجه ذلك أن الخصي يكون لحمه أطيب ، فالخصاء لن يضره شيئا ” انتهى من “اللقاء الشهري” (3 /111) .
وأما المجبوب مقطوع الذكر فلا تجوز الأضحية به ، كما سيأتي .
Syekh Ibnu Utsaimin —Semoga Allah Merahmatinya— berkata bolehnya berkurban dengan hewan yang dikebiri, karena ada riwayat sahih dari Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bahwa beliau mengurbankankan dua ekor domba jantan yang dikebiri, yakni yang kedua testisnya telah dipotong. Alasannya agar kualitas dagingnya yang lebih baik, sementara pengebirian itu sendiri tidak membahayakannya sedikit pun. (Lihat Al-Liqa' Asy-Syahri 3/111)
Adapun hewan yang terpotong alat kelaminnya, maka tidak boleh untuk berkurban, seperti yang akan dijelaskan berikutnya.
ثانيا:
لم يداوم النبي صلى الله عليه وسلم على اختيار الخصي في الأضحية ، بل كان يختار أيضا الفحيل غير الخصي .
روى أبو داود (2796) والترمذي (1496) عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ : ( كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُضَحِّي بِكَبْشٍ أَقْرَنَ فَحِيلٍ ، يَنْظُرُ فِي سَوَادٍ وَيَأْكُلُ فِي سَوَادٍ وَيَمْشِي فِي سَوَادٍ )
صححه الألباني .
وروى الإمام مالك (1043) عَنْ نَافِعٍ : ” أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ ضَحَّى مَرَّةً بِالْمَدِينَةِ ، قَالَ نَافِعٌ : فَأَمَرَنِي أَنْ أَشْتَرِيَ لَهُ كَبْشًا فَحِيلًا أَقْرَنَ ، ثُمَّ أَذْبَحَهُ يَوْمَ الْأَضْحَى فِي مُصَلَّى النَّاسِ “.
Kedua, Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tidak selalu memilih hewan yang dikebiri untuk berkurban, melainkan juga memilih hewan yang tidak dikebiri.
Abu Dawud (2796) dan Tirmidzi (1496) meriwayatkan dari Abu Said yang mengatakan bahwa Rasulullah Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pernah mengurbankan seekor domba jantan bertanduk yang tidak dikebiri, yang area mata, mulut, dan kakinya berwarna hitam. (Hadits ini disahihkan Syekh Al Albani)
Imam Malik (1043) meriwayatkan dari Nafi' bahwa Abdullah bin Umar pernah suatu ketika berkurban di Madinah. Nafi' berkata, "Dia memerintahkan saya untuk membelikannya seekor domba jantan bertanduk yang tidak dikebiri. Lalu aku menyembelihnya di hari Idul Adha di tempat orang-orang melaksanakan sholat."
قال في “النهاية” (3/ 417) :
” الفَحِيل: المُنْجِب فِي ضِرَابه ، واخْتار الفَحْل عَلَى الخَصِيِّ والنَّعْجة طَلَبَا لنُبْله وعِظَمه ” .
وينظر : “تهذيب اللغة ” للأزهري (5/48) .
قال ابن عبد البر رحمه الله :
” أَمَّا الْكَبْشُ الْأَقْرَنُ الْفَحْلُ فَهُوَ أَفْضَلُ الضَّحَايَا عِنْدَ مَالِكٍ وَأَكْثَرِ أَهْلِ الْعِلْمِ ” انتهى من “الاستذكار” (5/ 220) .
ورجح بعض أهل العلم الخصي لطيب لحمه ، قال الشيخ ابن عثيمين رحمه الله :
” يجوز أن يذبح الخصي في الأضحية ، حتى إن بعض أهل العلم رجحه على الفحل ، قال لأن لحمه يكون أطيب ، والصحيح أن الفحل من ناحية أفضل بكمال أعضائه وأجزائه ، وهذا أفضل بطيب لحمه ” انتهى من “فتاوى نور على الدرب” (9/42) .
Disebutkan dalam An-Nihayah bahwa Fahil adalah hewan yang bisa menghamili betina. Dipilih yang Fahil daripada yang dikebiri atau yang betina karena kualitas dan gemuknya. (Lihat Tahdzīb al-Lughah karya al-Azhari, 5/48)
Ibnu Abdil Barr —Semoga Allah Merahmatinya— berkata bahwa domba yang jantan bertanduk dan tidak dikebiri adalah hewan kurban terbaik menurut Malik dan kebanyakan ulama (Al-Istidzkar, 5/220). Beberapa ulama lebih memilih hewan yang dikebiri karena kualitas dagingnya lebih baik.
Syekh Ibnu Utsaimin —Semoga Allah Merahmatinya— berkata bahwa boleh menyembelih hewan kurban yang dikebiri, bahkan beberapa ulama lebih menyarankannya ketimbang yang tidak dikebiri dengan mengatakan bahwa dagingnya lebih baik.
Yang benar bahwa hewan yang tidak dikebiri dari satu sisi afdal karena kesempurnaan bagian dan anggota tubuhnya. Adapun yang dikebiri afdal karena kualitas dagingnya. (Fatawa Nur 'Ala al-Darb, 9/42)
وسوى آخرون بينهما بدون ترجيح :
قال الشوكاني رحمه الله :
” وَاسْتُدِلَّ بِأَحَادِيثِ الْبَابِ عَلَى اسْتِحْبَابِ التَّضْحِيَةِ بِالْمَوْجُوءِ ، وَالظَّاهِرُ أَنَّهُ لَا مُقْتَضَى لِلِاسْتِحْبَابِ؛ لِأَنَّهُ قَدْ ثَبَتَ عَنْهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ التَّضْحِيَةُ بِالْفَحِيلِ كَمَا فِي حَدِيثِ أَبِي سَعِيدٍ ، فَيَكُونُ الْكُلُّ سَوَاءً ” انتهى من “نيل الأوطار” (5/ 142) .
ولعل الأقرب هنا أن يقال : إن ” الأفضل من كل جنس أسمنه ، وأكثره لحما ، وأكمله خلقة ، وأحسنه منظراً ” ، كما في “أحكام الأضحية والذكاة” (2/ 229) .
فإن كان الفحيل أعظم وأطيب لحما : فهو أفضل ، وإن كان الخصي أعظم وأفضل لحما : فهو أفضل .
Ulama lain menyamakan keduanya tanpa membedakan mana yang afdal. Asy-Syaukani —Semoga Allah Merahmatinya— berkata bahwa hadits-hadits dalam bab ini dijadikan dalil dianjurkannya berkurban dengan hewan yang dikebiri.
Tetapi tampaknya hal tersebut tidak berarti dianjurkan, karena ada riwayat sahih bahwa Nabi Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam juga berkurban dengan hewan Fahil, seperti tersebut dalam hadits Abu Said. Jadi, keduanya sama saja. (Nail al-Autar, 5/142)
Mungkin yang lebih tepat dalam masalah ini adalah bahwa yang afdal adalah yang lebih gemuk badannya, lebih banyak dagingnya, lebih lengkap fisiknya, dan lebih bagus penampakannya, sebagaimana disebutkan dalam al-Ahkam al-Udhiyyah wa adz-Dzakāh (2/229).
Jika yang Fahil lebih gemuk dan berkualitas dagingnya, maka itu yang afdal. Adapun jika yang dikebiri lebih gemuk dan berkualitas dagingnya, maka itu yang afdal.
Wallahu a'lam bisshawab.
(Hantoro)