GUS Baha mengatakan jika dirinya diberi pilihan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala antara memliki kemampuan terbang atau mampu mengajar kitab Taqrib (fikih), maka dia akan lebih memilih bisa mengajar kitab Taqrib.
"Umpamanya saya bisa terbang, yang menyaksikan mungkin beberapa orang saja. Saat beberapa saksi tersebut menceritakan kisah tersebut ke orang lain, belum tentu dipercaya," kata Gus Baha dalam haul Kiai Ahmad Mutamakkin di Desa Kajen, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah, seperti dikutip dari nu.or.id, Kamis (12/10/2023).
"Berbeda kalau saya mengajar Taqrib, nanti ada orang yang sujud kepada Allah, orang jadi bisa sholat secara benar, zakat dengan benar, dan itu karena jasa saya mengajarkan Taqrib," jelasnya.
Penggambaran tersebut disampaikannya untuk menekankan bahwa seorang ahli fikih lebih utama dibanding orang yang punya kesaktian, apalagi sampai bisa terbang.
Menurut Gus Baha, menguasai ilmu fikih bahkan lebih utama daripada wali. "Sebab kalau kita menjadi wali, mungkin yang sowan kepada kita akan banyak dan gulamu (untuk menggambarkan hadiah yang diberikan saat seseorang sowan) banyak," katanya.
"Tapi kalau kita menjadi seorang yang ahli ilmu atau alim, orang yang mengaji kepada kita akan banyak dan orang yang menjadi tahu soal ilmu fikih juga banyak," terangnya.
Gus Baha menceritakan sebuah kisah tentang seorang wali yang disebut Gus Baha masih junior. Wali itu diberi karomah oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala bisa terbang.
"Alkisah ia tidak tahu kalau melewati rumah Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, sang pemimpin para wali. Waktu itu ia merasa bahwa tak ada wali yang sebaik dia, karena bisa terbang. Walhasil, dia dijatuhkan dan kewaliannya diberedel oleh Syekh Abdul Qodir Jailani karena angkuh atau mlete," ujarnya.
(Hantoro)