Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Kenapa Hilal Harus 3 Derajat Baru Bisa Dikatakan Bulan Baru?

Hantoro , Jurnalis-Selasa, 05 Maret 2024 |11:00 WIB
Kenapa Hilal Harus 3 Derajat Baru Bisa Dikatakan Bulan Baru?
Ilustrasi hilal 3 derajat pertanda bulan baru. (Foto: Reuters)
A
A
A

KENAPA hilal harus 3 derajat baru bisa dikatakan bulan baru? Kriteria imkanur rukyah hilal awal bulan disepakati menjadi 3 derajat untuk tingginya dan 6,4 derajat untuk elongasinya. Hal ini atas pertimbangan ilmiah.

Pakar astronomi Profesor Thomas Djamaluddin menjelaskan bahwa ketinggian hilal 3 derajat disepakati karena kekuatan cahaya bulan di bawah 3 derajat kalah dengan cahaya mega (syafaq). Kuatnya cahaya mega membuat hilal yang masih di bawah 3 derajat itu sulit untuk dapat teramati.

Ilustrasi pemantauan hilal. (Foto: Istimewa/Muhammadiyah.or.id)

"Tidak ada data rukyat yang sahih di bawah 3 derajat. Itu cahaya syafaq masih cukup kuat. Didasarkan pada faktor gangguan cahaya syafaq. Hilal terlalu rendah dan tidak mungkin bisa mengalahkan cahaya syafaq sehingga tidak mungkin," jelas Thomas saat seminar di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, beberapa waktu lalu, seperti dilansir nu.or.id.

Sementara angka 6,4 derajat elongasi, jarak antara bulan dan matahari, dipilih karena mempertimbangkan kelihatan fisik hilal. Hal ini disebabkan jarak yang terlalu dekat membuat hilal sulit terlihat sebagaimana kriteria yang dulu ditetapkan hanya berjarak 3 derajat untuk elongasinya. 

Sebagaimana diketahui bahwa di Indonesia kerap terjadi perbedaan penentuan awal bulan Ramadhan serta Syawal. Hal ini dikarenakan adanya beda dalam memahami nash (dalil) dan metode pengambilan hukumnya (istinbath).

Ada organisasi kemasyarakatan Islam yang mengaplikasikan secara independen metodologi hisab (wujudul hilal). Secara hisab, posisi hilal di wilayah Indonesia berada pada ketinggian antara 1 sampai 2 derajat. Ini artinya hilal sudah di atas ufuk, sehingga telah dinilai hisab wujudul hilal.

Ada juga ormas Islam yang menggunakan metode rukyatul hilal. Meski mereka juga melakukan penghitungan secara astronomis (hisab), keputusannya masih menunggu hasil pemantauan hilal. 

Sementara Pemerintah Indonesia, sesuai Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 2 Tahun 2004, menggunakan keduanya yakni hisab dan rukyatul hilal. Demikian dilansir Kemenag.go.id.

Hasil perhitungan hisab digunakan sebagai informasi awal, dan selanjutnya dikonfirmasi melalui mekanisme rukyat. Hasil hisab dan rukyat selanjutnya dibahas bersama ormas Islam, duta besar negara sahabat, serta para pakar dalam sidang isbat.

Selain itu, sebagai penengah, pemerintah juga terus menginisiasi penggunaan metode "imkaan al-ru'yah" dan terus menyosialisasikan hal ini kepada seluruh ormas Islam. Perbedaan pendapat dalam fikih itu biasa, sesuatu yang lumrah dan wajar terjadi.

Wallahu a'lam bisshawab

(Hantoro)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita muslim lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement