INI mitos bulan Muharram yang tidak benar di masyarakat. Bagi sebagian orang di Indonesia, bulan Muharram atau bulan Suro adalah bulan keramat.
Pada tanggal-tanggal di bulan Muharram tertentu sebagian masyarakat tersebut menghentikan aktivitas-aktivitas yang bersifat hajatan besar hingga menghindari perjalanan jauh. Alasannya, pada hari itu dianggap sebagai hari nahas atau sial.
Bulan Muharram juga ditakuti bagi pasangan yang hendak menikah. Oleh karena itu, mereka sangat menghindarinya dan memilih pernikahan dilaksanakan pada bulan-bulan lain.
Pasalnya, menurut mereka, pernikahan yang dilangsungkan pada bulan Muharram kerap mendatangkan sial bagi pasangan, seperti perceraian, kematian, tidak harmonis, dililit utang, dan sebagainya.
Sayangnya, budaya ini sudah mengakar di tengah masyarakat. Tidak diketahui secara pasti dari mana sumbernya.
"Sejatinya mitos tersebut tidak dibenarkan dalam ajaran Islam," kata Ustadz Abdullah Zaen Lc MA, seperti dikutip dari Muslim.or.id, Selasa (2/7/2024).
Islam Melarang Percaya Mitos
Ia menerangkan, dari segi syariat, Muharram adalah bulan mulia dan termasuk golongan empat bulan istimewa yang disucikan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Disunnahkan memperbanyak puasa pada bulan Muharram. Nabi Muhammad Shallallahu’alaihiwasallam bersabda:
“أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللهِ الْمُحَرَّمُ، وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيْضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ”.
"Puasa yang paling utama setelah bulan Ramadhan adalah bulan Allah; Muharram. Dan sholat paling utama sesudah sholat fardhu adalah sholat malam." (HR Ahmad dan Muslim dari Abu Hurairah)
Terlebih lagi berpuasa pada tanggal 10 Muharram (Asyura), ditambah dengan tanggal 9 atau 11 Muharram (Tasua). Rasulullah Shallallahu’laihiwasallam bersabda:
”وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُوْرَاء أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِيْ قَبْلَهُ”.
"Aku berharap pada Allah agar puasa di hari Asyura (10 Muharram) bisa menghapuskan dosa satu tahun lalu." (HR Muslim dan Ahmad dari Abu Qatadah)
Ustadz Abdullah Zaen melanjutkan, sedangkan yang dilarang oleh syariat Islam pada bulan Muharram adalah melakukan peperangan, kecuali apabila umat Islam diperangi. Termasuk diharamkan pula perbuatan-perbuatan menzalimi diri sendiri.
"Perbuatan maksiat di bulan ini dilipatgandakan dosanya. Apalagi jika maksiat tersebut bernuansa syirik dan khurafat, seperti keyakinan bahwa bulan ini adalah bulan sial," tegasnya.
Meyakini adanya hari atau bulan sial merupakan bentuk celaan terhadap waktu yang Allah Subhanahu wa Ta'ala ciptakan, dan itu berisiko mencela Allah yang menciptakannya.
Nabi Muhammad Shallallahu’alaihiwasallam bersabda:
“لاَ تَسُبُّوا الدَّهْرَ؛ فَإِنَّ اللهَ هُوَ الدَّهْرُ”.
"Janganlah kalian mencela dahr (waktu) karena Allah itu adalah dahr." (HR Muslim (XV/6 nomor 5827) dari Abu Hurairah)
Maksudnya bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah pencipta waktu, sebagaimana terdapat dalam riwayat lain yang menjadi penafsir hadits di atas. Lalu mencela ciptaan Allah Ta'ala berisiko mencela penciptanya.
Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam bersabda:
“قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: يُؤْذِيْنِيْ ابْنُ آدَمَ، يَسُبُّ الدَّهْرَ، وَأَنَا الدَّهْرُ، بِيَدِيَ الْأَمْرُ أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ”.
"Allah 'Azza wa Jalla berfirman, "Anak Adam telah menyakiti-Ku; ia mencela dahr (waktu), padahal Aku adalah (pencipta) dahr. Di tangan-Ku segala perkara, Aku memutar malam dan siang." (HR Bukhari, halaman 1034, nomor 5827, dan Muslim (XV/5 nomor 5824) dari Abu Hurairah)