MENGAPA gelar haji hanya ada di Indonesia dan Malaysia? Setiap orang yang mengunjungi Kakbah di Tanah Suci Makkah dengan niat menunaikan ibadah haji, maka ketika pulang ke Tanah Air biasanya dipanggil dengan gelar haji untuk laki-laki dan hajah bagi perempuan.
Menariknya, gelar haji atau hajah tersebut hanya ada di beberapa negara, seperti Indonesia dan Malaysia. Sementara di Arab Saudi maupun negara Islam lainnya ketika seorang Muslim pulang menunaikan ibadah haji, tidak ada yang menambahkan gelar itu.

Dosen Ilmu Sejarah Departemen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UNAIR Moordiati SS M.Hum mengatakan penggunaan gelar haji hanya berlaku di beberapa negara Asia Tenggara, seperti Indonesia dan Malaysia.
"Jadi, penyematan gelar haji ini memang memiliki makna dan sejarah tersendiri ya. Selain itu, penyematan gelar haji hanya ada di Indonesia dan Malaysia," ungkap Dosen Ilmu Sejarah Departemen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UNAIR Moordiati S.S M.Hum, dikutip dari unair.ac.id, Jumat (13/9/2024).
Ia menerangkan, zaman dulu masyarakat dari Nusantara yang menunaikan ibadah haji tidak memerlukan izin dari pihak mana pun. Berangkat haji pada masa itu menggunakan moda transportasi kapal laut. Inilah yang membuat perjalanan haji memiliki risiko besar dan memerlukan banyak modal.
"Dulu kebanyakan orang dari Pulau Aceh yang bisa berangkat ibadah haji. Orang Jawa masih sedikit karena keterbatasan modal," bebernya.
Meskipun memiliki risiko besar, jamaah haji Nusantara memiliki ikatan kuat dengan ulama dan masyarakat Timur Tengah yang dilatarbelakangi sejarah kedua bangsa.
Ikatan tersebut membuat pemerintah kolonial mengkhawatirkan posisi serta kedudukannya di Nusantara. Sebab, para jamaah haji yang kembali dari Timur Tengah membawa semangat pergerakan dan kemerdekaan.
"Atas dasar kekhawatiran itu, pemerintah (kolonial) memutuskan untuk membuat peraturan tentang izin melaksanakan ibadah haji dan penyematan gelar haji untuk mewaspadai orang Nusantara yang sudah melaksanakan ibadah haji," jelasnya.
Dengan demikian, pemerintah kolonial mengharuskan orang yang kembali dari Tanah Suci Makkah untuk menyematkan gelar haji sebagai penanda. Melalui peraturan itu, masyarakat Nusantara yang tidak mengikuti prosedur dari pemerintah kolonial akan diberikan denda.
Namun, ibadah haji zaman sekarang telah mengalami pergeseran makna dengan zaman pemerintah kolonial. Tidak ada kewajiban seperti masa lalu untuk menyematkan gelar haji kepada seseorang ketika orang sudah melaksanakan ibadah haji.
"Saat ini tidak ada peraturan khusus tentang penyematan gelar haji saat ini. Namun karena sudah menjadi budaya, masyarakat tetap menyematkan gelar haji pada seseorang yang sudah melaksanakan ibadah haji," pungkasnya.
Wallahu a'lam bisshawab.
(Hantoro)