ABU Nawas mendengar Baginda Raja yang memiliki seorang menteri kepercayaan dan senantiasa mendampingi. Menteri itu bernama Abu jahal. Namun kepercayaan yang diberikan Baginda Raja sering dimanfaatkan oleh Abu Jahal untuk memperkaya diri. Terkadang dia meminta upeti kepada rakyat dengan mengatasnamakan Baginda Raja.
Hal ini tentu saja membuat Abu Nawas geram, tapi tidak berani mengadukannya kepada Baginda Raja. Sebab dengan kedudukan yang dimiliki, Abu Jahal bisa saja memutarbalikkan fakta dan menuduh Abu Nawas-lah pelakunya.
Seiring berjalannya waktu, penasihat istana meninggal dunia. Baginda Raja sangat kehilangan dan belum bisa menemukan penggantinya. Jadi untuk sementara waktu jabatan penasihat istana masih kosong, belum ada yang mendudukinya.
Kesempatan ini segera dimanfaatkan Abu Jahal. Ia ingin sekali menduduki jabatan tersebut. Dengan begitu ia bisa lebih leluasa memengaruhi Baginda Raja. Segala cara Abu Jahal lakukan.
Di depan Baginda Raja, Abu Jahal terus mencari muka agar terpilih menjadi penasihat istana. Tapi sayangnya, ambisi Abu Jahal ini harus kandas di tengah jalan karena tidak berapa lama Baginda Raja justru memilih Abu Nawas untuk jadi penasihat istana.
Keputusan Baginda Raja ini tentu saja membuat Abu Jahal kecewa, sehingga ia menaruh dendam kepada Abu Nawas. Suatu hari ketika Abu Jahal melihat Abu Nawas sedang duduk bersama Baginda Raja, timbul pemikiran di kepalanya.
"Seharusnya aku yang ada di tempat Abu Nawas. Abu Nawas tidak pantas duduk di situ. Abu Nawas itu apa dia, tidak mampu mengurus masalah kerajaan, pantasnya dia jadi pelawak istana," gerutu Abu Jahal dalam hati seperti dilansir kanal YouTube Humor Sufi Official.
Merasa kecewa dengan keputusan Baginda Raja, Abu Jahal lalu menyampaikan keberatan. Pada suatu hari saat Baginda Raja sedang duduk sendirian di singgasananya, Abu Jahal Menghadap dan berkata, "Ampun Paduka yang mulia, hamba izin menghadap Baginda Raja."
Baginda Raja terkejut melihat Abu Jahal yang tiba-tiba menghadapnya. "Ada apa Abu Jahal? Apa yang ingin kau sampaikan?" tanya Baginda Raja.
"Ampun Paduka yang mulia, hamba rasa Abu Nawas tidak pantas menjabat sebagai penasihat istana, karena menurut hamba, dia tidak tahu apa-apa soal negara. Abu Nawas itu apa keahliannya, cuma melucu," tutur Abu Jahal.
"Tapi bukankah Abu Nawas terkenal cerdas. Dia juga seorang yang jujur," ujar Baginda Raja.
"Apakah Paduka sudah meragukan kejujuran saya?" tanya Abu Jahal.
"Bukan seperti itu. Kamu kan sudah menduduki jabatan menteri istana, jadi wajar kalau Abu Nawas yang mengisi jabatan penasihat istana," jawab Baginda Raja.
"Tapi hamba lebih berpengalaman Paduka yang mulia, apalagi mengenai kenegaraan. Hamba juga ahli berperang. Tubuh hamba kekar dan perkasa. Lalu hamba sudah lama berbakti kepada Baginda Raja. Hamba rasa hambalah yang lebih pantas menjadi penasihat istana," ucap Abu Jahal.
Melihat ambisi Abu Jahal yang begitu besar ingin menjadi penasihat istana, Baginda Raja akhirnya membuat keputusan. Ia ingin mengadakan sayembara antara Abu Nawas dan Abu Jahal. Maka dipanggillah Abu Nawas untuk datang ke istana. Singkat cerita Abu Nawas pun menghadap Baginda Raja.
"Ampun Paduka yang mulia, ada gerangan apa memanggil hamba?" tanya Abu Nawas.
"Hai Abu Nawas, Abu Jahal sangat menginginkan jabatan penasihat istana. Dia minta supaya jabatanmu diganti olehnya, tapi aku juga tidak mungkin memecatmu begitu saja. Biar adil maka aku putuskan akan mengadakan sayembara untuk kalian berdua. Siapa yang jadi pemenangnya maka dialah yang berhak jadi penasihat istana," jelas Baginda Raja.
Sejenak Abu Nawas terdiam dan berpikir Abu Jahal pasti punya rencana busuk. "Jangan sampai dia jadi penasihat istana, bisa-bisa rakyat makin tertindas oleh kelakuannya," pikir Abu Nawas.
"Ampun Paduka yang mulia, kalau boleh tahu sayembara apa yang hendak diberikan?" tanya Abu Nawas.
"Aku ingin masing-masing dari kalian membawakan satu gentong air laut, tapi yang rasanya tawar," perintah Baginda Raja.
Abu Nawas dan Abu Jahal langsung terkejut mendengar permintaan Baginda Raja yang aneh itu. "Sekarang pulanglah kalian berdua dan besok kembali ke sini dengan membawa air laut yang rasanya tawar," kata Baginda Raja melanjutkan.
Sesampainya di rumah, Abu Nawas terus memikirkan dan mencari tahu keberadaan laut yang airnya tawar. "Mana ada air laut yang rasanya tawar? Orang secerdik apa pun tidak akan bisa melakukannya," pikir Abu Nawas.
Sementara itu Abu Jahal mulai berbuat curang. Ia memasukkan air sumur ke gentong untuk dibawanya ke istana.
"Baginda Raja pasti percaya meskipun aku berkata bohong, karena aku tahu aku adalah menterinya yang paling dipercaya," kata Abu Jahal dalam hati.
Keesokan harinya Abu Nawas dan Abu Jahal datang ke istana dengan membawa gentong masing-masing.
"Bagaimana, apakah kalian sudah mendapatkan airnya?" tanya Baginda Raja.
"Sudah Paduka yang mulia," jawab Abu Jahal dan Abu Nawas serempak.
Kemudian Abu Jahal maju lebih dulu menyerahkan gentongnya. "Ini Paduka air laut permintaan Paduka," ucap Abu Jahal.
Baginda Raja lalu mencicipi air yang dibawa Abu Jahal. "Bagus Abu Jahal, air ini rasanya tawar, tapi benarkah ini berasal dari laut?" tanya Baginda Raja.
"Benar sekali Paduka. Hamba sengaja mengambilnya dari laut yang tidak diketahui oleh banyak orang," jawab Abu Jahal penuh percaya diri.
Sekarang tibalah giliran Abu Nawas menyerahkan gentong miliknya. Ketika Baginda Raja mencicipi air yang ada di gentong Abu Nawas, ia pun langsung berkata, "Hei Abu Nawas, kenapa rasanya masih asin dan getir? Yang aku minta air laut rasa tawar," ucap Baginda Raja.
"Ampun Paduka yang mulia, tapi memang begitulah rasa air laut," balas Abu Nawas.
"Baiklah, karena lomba ini dimenangkan Abu Jahal, tentu dia yang akan menjadi penasihat istana," tutur Baginda Raja.
Mendengar itu, Abu Jahal sangat kegirangan sudah tidak sabar ingin menduduki jabatan tersebut. "Ternyata sangat mudah mengelabui Baginda Raja," pikir Abu Jahal.
Tapi tiba-tiba Baginda Raja kembali berkata, "Hai Abu Jahal di mana kamu menemukan laut yang airnya tawar? Antarkan aku ke sana sekarang. Aku ingin mandi di sana," titah Baginda Raja.
Seketika wajah Abu Jahal menjadi pucat, tubuhnya lemas dan gemetaran. "Anu Paduka yang mulia, hamba …"
"Hamba kenapa? Kalau kamu tidak bisa membuktikannya, berarti kamu telah membohongiku," ucap Baginda Raja.
"Ampun Paduka yang mulia, air yang hamba bawa memang bukan air laut, tapi air dari sumur," kata Abu Jahal ketakutan.
"Kamu lancang Abu Jahal. Kamu kira aku anak kecil yang mudah dikelabui. Karena kamu telah berani berbohong, maka sebagai hukumannya kamu bukan hanya gagal jadi penasihat istana, tapi juga akan dipecat dari menteri. Kamu juga harus menjalani hukuman penjara," bentak Baginda Raja.
Kemudian Baginda Raja memerintahkan beberapa pengawal untuk menangkap Abu Jahal dan memasukkannya ke penjara. Kini tinggallah Abu Nawas di hadapan Baginda Raja.
"Hei Abu Nawas, bukankah kamu terkenal cerdik? Bisa saja kamu membohongiku dan dengan kecerdikanmu itu kamu tentu bisa menutupi kebohonganmu, tapi kenapa tidak kau lakukan?" tanya Baginda Raja.
"Ampun Paduka yang mulia, hamba memang cerdik, tapi hamba bukan pembohong. Secerdik apa pun manusia, tidak akan ada yang bisa mengubah rasa air laut menjadi tawar," terang Abu Nawas.
"Kamu benar Abu Nawas, itulah orang yang saya cari untuk menduduki jabatan sebagai penasihat istana, cerdik dan jujur," kata Baginda Raja tersenyum puas.
Allahu a'lam bissawab.
(Hantoro)