JAKARTA - Amalan hari Tasyrik memiliki keutamaan tersendiri dalam ajaran Islam. Hari Tasyrik merupakan tiga hari setelah Hari Raya Idul Adha, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.
Dalam rentang waktu ini, umat Islam masih diperbolehkan untuk menyembelih hewan kurban sebagai bentuk ibadah kepada Allah. Namun, terdapat larangan khusus pada hari-hari ini, yakni dilarangnya berpuasa.
Sebaliknya, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak ibadah lain seperti dzikir, doa, dan amal kebaikan.
Secara etimologis, kata “Tasyrik” berasal dari bahasa Arab syarraqa yang berarti “matahari terbit” atau “menjemur sesuatu.” Hal ini merujuk pada tradisi menjemur daging kurban di bawah sinar matahari agar lebih awet.
Pada zaman Rasulullah SAW, menjemur daging kurban di bawah terik matahari merupakan metode tradisional yang umum digunakan untuk mengawetkan daging. Hal ini karena pada masa itu masyarakat belum mengenal teknologi penyimpanan modern seperti lemari pendingin. Dengan cara ini, daging kurban bisa bertahan lebih lama meskipun tanpa bantuan alat pendingin.
Dengan demikian, hari-hari ini secara historis identik dengan aktivitas setelah penyembelihan dan upaya memanfaatkan setiap bagian dari kurban.
Hari-hari Tasyrik juga dikenal sebagai hari makan dan minum, sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Imam Muslim:
عَنْ نُبَيْشَةَ الْهُذَلِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَزَادَ فِي رواية وَذِكْرٍ لِلَّهِ
Artinya: “Dari Nubaisyah Al-Hudzali, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ‘Hari Tasyrik adalah hari makan, minum (pada riwayat lain), dan hari zikir,’” (HR Muslim). Hari Tasyrik adalah sebutan bagi tiga hari (11, 12, 13 Dzulhijjah) setelah hari nahar (10 Dzulhijjah).
Hadis ini menegaskan, meskipun puasa dilarang, Hari Tasyrik adalah waktu terbaik untuk memperbanyak dzikir dan mengingat Allah. Bahkan dalam Surat Al-Kautsar ayat 2, Allah SWT memerintahkan:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ
“Maka, laksanakanlah shalat karena Tuhanmu dan berqurban lah!”
Umat Islam dianjurkan memperbanyak dzikir, khususnya takbir mutlaq (takbir bebas) dan takbir muqayyad (takbir setelah sholat fardu).
Takbir ini dilantunkan mulai dari subuh 9 Dzulhijjah (Hari Arafah) hingga waktu Ashar pada 13 Dzulhijjah. Dzikir ini menjadi salah satu bentuk syukur atas nikmat dan keberkahan yang diberikan Allah SWT.
Lafaz yang sering dikumandangkan adalah
اللّٰهُ أَكْبَرُ، اللّٰهُ أَكْبَرُ، اللّٰهُ أَكْبَرُ
اللّٰهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللّٰهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا
لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ، وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ، مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ، وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ
لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ، اللّٰهُ أَكْبَرُ، اللّٰهُ أَكْبَرُ، وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ
Allaahu akbar, Allaahu akbar, Allaahu akbar
Allaahu akbaru kabiiran, walhamdu lillaahi katsiiraan, wa subhaanallaahi bukratan wa asiilaan.
Laa ilaaha illallaahu, wa laa na'budu illaa iyaahu, mukhlishiina lahud-diina walau karihal-kaafiroon.
Laa ilaaha illallaahu wahdahu, shadaqa wa'dahu, wa nashara 'abdahu, wa a'azza jundahu, wa hazamal-ahzaaba wahdah.
Laa ilaaha illallaah, Allaahu akbar, Allaahu akbar, walillaahil hamdu.
Artinya: "Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Allah Maha Besar dengan segala kebesaran, segala puji bagi Allah sebanyak-banyaknya. Maha Suci Allah sepanjang pagi dan sore. Tiada Tuhan selain Allah dan kami tidak menyembah selain kepada-Nya dengan memurnikan agama Islam walaupun orang-orang kafir membencinya. Tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, Dia menepati janji-Nya, menolong hamba-Nya, memuliakan bala tentara-Nya, dan mengalahkan musuh-musuh-Nya seorang diri. Tiada Tuhan selain Allah. Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, dan segala puji bagi Allah."
Hari Tasyrik adalah kesempatan terakhir bagi umat Islam yang belum sempat berkurban pada Hari Raya Idul Adha. Penyembelihan masih diperbolehkan hingga matahari terbenam tanggal 13 Dzulhijjah. Kurban menjadi bentuk ketaatan dan kepedulian sosial, karena dagingnya dibagikan kepada yang membutuhkan.
Inti dari ibadah kurban adalah berbagi. Oleh karena itu, membagikan daging kepada fakir miskin, tetangga, dan kerabat merupakan amalan mulia yang sangat dianjurkan. Tindakan ini mengajarkan kepedulian sosial, mempererat tali persaudaraan, serta mengurangi kesenjangan dalam masyarakat.
Hari Tasyrik juga menjadi momen yang tepat untuk memperkuat hubungan kekeluargaan dan persaudaraan. Mengunjungi keluarga, saudara, atau sahabat lama merupakan bentuk amalan sosial yang bisa memperpanjang umur dan melapangkan rezeki.
Wallahualam
(Erha Aprili Ramadhoni)