Sementara itu, Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab Fathu Bari mengatakan, dengan mengutip pernyataan Al-Khattabi menjelaskan umat terdahulu pernah melakukan sholat di geraja atau Sinagog. Ia berkata:
وَالْأَظْهَرُ مَا قَالَهُ الْخَطَّابِيُّ وَهُوَ أَنَّ مَنْ قَبْلَهُ إِنَّمَا أُبِيحَتْ لَهُمُ الصَّلَوَاتُ فِي أَمَاكِنَ مَخْصُوصَةٍ كَالْبِيَعِ وَالصَّوَامِعِ
Artinya : "Umat terdahulu hanya bisa melaksanakan sholat di tempat-tempat yang telah disediakan seperti Gereja dan Sinagog". (Fath Al-Bari, Juz 1, halaman. 427)
Meski begitu, ada yang perlu diperhatikan. Ketika sholat di tempat yang tidak datar seperti tangga, dipastikan punggungnya lebih tinggi dari leher dan kepalanya. Pasalnya, orang yang sholat di tangga bisa sah sholatnya jika punggungnya lebih tinggi dari leher dan kepalanya. Sedangkan jika leher dan kepalanya yang lebih tinggi dari punggungnya, maka sholatnya tidak sah karena tidak dianggap sujud.
Ini sebagaimana dikatakan oleh Imam Abul Mahasin Abdul Wahid ar-Ruyani dalam Bahrul Mazhab fi Furu’i Mazhabil Imam asy-Syafi’i: