JAKARTA - Apa dampak dari mengonsumsi makanan haram? Hal ini patut diketahui kaum muslim.
Makhluk hidup memerlukan makanan dalam menjalani kehidupan. Makanan dapat menjadi sumber energi.
Dalam ajaran Islam, kaum muslim dilarang mengonsumsi makanan atau minuman haram. Dikatakan haram baik karena zatnya ataupun cara mendapatkannya, seperti judi, mencuri, dan lain sebagainya.
Allah SWT melarang makanan dan minuman haram dikonsumsi sebagai bentuk kasih sayang kepada umatnya. Itu karena, ada dampak buruk yang bisa dirasakan umat manusia karena mengonsumsi makanan haram.
Berikut 5 dampak buruk mengonsumsi makanan haram, sebagaimana melansir laman Kemenag, Minggu (26/10/2025):
Seseorang yang mengonsumsi makanan haram sama saja sedang mengundang azab Allah SWT. Cepat atau lambat, azab atau akibat buruk akan menimpanya. Tidak hanya itu, makanan haram dapat menjadi penghalang datangnya manfaat dari ibadah yang dilakukan sehingga ibadah seperti sholat, puasa, dan sedekah tidak menghasilkan pengaruh positif baginya. Imam Sahl At-Tustari mengungkapkan:
مَنْ لَمْ يَكُنْ مَطْعَمُهُ مِنْ حَلَالٍ، لَمْ يُكْشَفْ عَنْ قَلْبِهِ حِجَابٌ، وَتَسَارَعَتْ إِلَيْهِ الْعُقُوبَاتُ، وَلَا تَنْفَعُهُ صَلَاتُهُ وَلَا صِيَامُهُ وَلَا صَدَقَتُهُ
Artinya: “Barangsiapa yang makanannya tidak halal, maka hijab (penghalang) tidak akan terbuka dari hatinya, azab akan segera menimpanya, dan shalatnya, puasanya, serta sedekahnya tidak akan memberikan manfaat baginya.” (Syekh Asy-Sya‘rani, Al-Minahus Saniyyah, h. 7)
Orang yang mengonsumsi makanan atau minuman haram akan hilang keberkahan dalam hidupnya. Ketika seseorang mempunyai banyak harta dari hasil yang tidak halal, secara lahir mungkin saja akan terlihat bahagia. Namun di balik itu semua, bisa jadi hatinya gersang, gelisah, dan jauh dari ketenangan karena di dalam harta haram tidak ada nilai kebaikan dan keberkahan. Rasulullah SAW bersabda:
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا، فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا، وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
Artinya: “Penjual dan pembeli mempunyai hak memilih selama belum berpisah. Jika keduanya jujur dan menjelaskan (keadaan barang), maka diberkahi jual beli mereka. Namun jika menyembunyikan dan berdusta, maka dihapus keberkahan dari jual beli mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Berkah termasuk wilayah rasa. Sebagaimana umumnya rasa, berkah sulit dijelaskan dengan kata-kata namun bisa dirasakan, misalnya dengan merasakan ketenangan hati, merasa bahagia dan cukup meskipun hartanya sedikit, dan sebagainya.
Saat seseorang telah berulang kali berdoa, tapi doanya itu tidak juga terkabulkan, bisa jadi di balik itu semua ada penyebab yang tersembunyi, di antaranya karena ada makanan atau minuman yang dikonsumsi. Harta haram menjadi penghalang antara seorang hamba dan terkabulnya doa. Sebab, Allah Maha Suci dan tidak menerima kecuali yang suci. Rasulullah SAW bersabda:
ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ: يَا رَبِّ، يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِّيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ؟
Artinya: “Kemudian Rasulullah menceritakan tentang seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut dan berdebu. Ia menengadahkan tangannya ke langit sambil berdoa: ‘Ya Rabb, ya Rabb,’ Padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia tumbuh dari sesuatu yang haram. Maka bagaimana mungkin doanya dikabulkan?” (HR. Muslim)
Imam An-Nawawi dalam kitab Syarah Sahih Muslim (Beirut, Daru Turatsil Arabi: 1392 H), juz VII, h.100 menjelaskan, perjalanan jauh tersebut adalah perjalanan dalam rangka ketaatan kepada Allah, seperti menunaikan ibadah haji, silaturahim, dan amal saleh lainnya. Doa seseorang dalam kondisi ini sebenarnya sangat layak untuk dikabulkan, namun karena dalam dirinya ada sesuatu yang haram, akhirnya doanya itu tidak dikabulkan.
Makanan dan minuman haram berpengaruh besar terhadap kondisi hati seseorang. Sebagaimana diketahui, hati merupakan pemimpin bagi seluruh anggota tubuh manusia. Jika hati dalam keadaan baik, maka seluruh tubuh bisa mudah diarahkan untuk berbuat baik dan beribadah kepada Allah. Sebaliknya, jika hati itu rusak maka anggota tubuh akan cenderung berbuat maksiat dan menjauh dari ketaatan.
Syekh Abdul Wahab Asy-Sya‘rani mengutip pendapat Syekh Ali Asy-Syadzili tentang dampak buruk dari mengonsumsi makanan haram, yaitu sebagaimana berikut:
مَنْ أَكَلَ الحَلَالَ، رَقَّ قَلْبُهُ وَنَارَ، وَقَلَّ نَوْمُهُ، وَلَمْ يُحْجَبْ عَنْ حَضْرَةِ اللَّهِ تَعَالَى، وَمَنْ أَكَلَ غَيْرَ الحَلَالِ، قَسَا قَلْبُهُ وَغَلُظَ وَأَظْلَمَ، وَحُجِبَ عَنْ حَضْرَةِ اللَّهِ تَعَالَى، وَكَثُرَ نَوْمُهُ
Artinya: “Seseorang yang mengonsumsi makanan halal, maka hatinya menjadi lembut dan bercahaya, tidurnya sedikit, dan ia tidak akan terhalang dari Allah Ta‘ala. Sebaliknya, barangsiapa yang mengonsumsi makanan yang tidak halal, maka hatinya menjadi keras, kasar, dan gelap, ia terhijab dari Allah Ta‘ala, dan tidurnya menjadi banyak.” (Syekh Abdul Wahab Asy-Sya‘rani, Al-Minahus Saniyyah [Semarang, Toha Putra: t.t], h. 7)
Seseorang yang mengonsumsi makanan haram bisa membuatnya sulit untuk menerima ilmu, hikmah, dan ketika sudah mendapatkannya malah menjadi lupa. Tidak hanya itu, kejernihan pikiran dan kenikmatan dalam berzikir pun sulit diraih. Syekh As-Sya’rani mengungkapkan:
وَمِنْ مَفَاسِدِ أَكْلِ الحَرَامِ اِسْتِحَالَتُهُ نَارًا، فَيَذْهَبُ شَجِيَّةَ الفِكْرِ وَلَذَّةَ الذِّكْرِ، وَيُحْرِقُ نَبَاتَ إِخْلَاصِ النِّيَّاتِ، وَيُعْمِي البَصِيرَةَ، وَيُظْلِمُ البَصَرَ، وَيُوهِنُ الدِّينَ وَالبَدَنَ وَالعَقْلَ، وَيُورِثُ الغَفْلَةَ وَالنِّسْيَانَ، وَيَمْنَعُ مِنْ ذَوْقَاتِ الحِكَمِ وَالمَعَارِفِ
Artinya: “Di antara kerusakan akibat memakan makanan haram adalah makanan itu berubah menjadi api yang akan menghilangkan kejernihan pikiran dan kenikmatan berzikir, membakar tumbuhan ikhlas dalam niat, membutakan pandangan batin, menggelapkan penglihatan, melemahkan agama, tubuh, dan akal, menumbuhkan kelalaian dan lupa, serta menghalangi seseorang dari merasakan hikmah dan pengetahuan." (Syekh Asy-Sya‘rani, Al-Minahus Saniyyah, h. 7)
Terkait dampak ini, Imam Sufyan Ats-Tsauri punya pengalaman sendiri. Ketika mengonsumsi makanan yang status halalnya jelas, ia mampu memahami 70 bab ilmu. Sebaliknya, ketika ia berkunjung ke rumah seseorang dan mengonsumsi makanan yang tidak diketahui status halalnya, ia sulit menerima satu pun bab ilmu meskipun telah mengulanginya beberapa kali.
Wallahualam
(Erha Aprili Ramadhoni)