Ada seorang pemuda tajir. Ia juga seorang pemuda yang berbakti kepada orangtuanya. Ia memiliki kemampuan naik haji. Namun ia malah mengutamakan untuk menaikkan haji kedua orangtuanya. Tapi ia sendiri belum naik haji. Bagaimana hukum Islam memandang persoalan ini?
Ibadah haji merupakan kewajiban bagi setiap umat Muslim yang mampu untuk menunaikannya. Namun banyak ditemukan persoalan seorang anak yang mampu mendaftarkan haji orang tuanya, sementara ia sendiri belum pernah menunaikan haji.
Seperti dilansir Lirboyo, dalam persoalan ini, ketika seseorang telah mencapai batas mampu untuk menunaikan haji, dia diperbolehkan untuk mengakhirkan dengan syarat ada keyakinan bahwa ia masih mampu dan berniat menunaikan haji di tahun-tahun berikutnya.
Sebagaimana Imam Ibnu Hajar menjelaskan:
وَهُمَا عَلَى التَّرَاخِيْ بِشَرْطِ الْعَزْمِ عَلَى الْفِعْلِ بَعْدُ …لَا يَجُوْزُ تَأْخِيْرُ الْمُوَسَّعِ إِلَّا إِنْ غَلَبَ عَلَى الظَّنِّ تَمَكّنُهُ مِنْهُ
“Haji dan Umroh kewajibannya melonggar (tidak harus dilaksanakan seketika) dengan syarat ada niat untuk menunaikannya di waktu mendatang. Begitu pula tidak boleh mengakhirkan sesuatu yang longgar (pelaksanaannya) kecuali ada dugaan kuat bahwa ia masih mampu untuk melakukannya.”[1]
Meskipun diperbolehkan dengan syarat tersebut, namun hukumnya makruh karena ada unsur mendahulukan orang lain dalam hal ibadah.