Ustadz Mahbub Ma’afi Ramdlan mengatakan, sepanjang yang diketahui, ukuran kesalehan seorang Muslim tidak ditunjukan dengan adanya tanda hitam di jidat. Melaikan terpancar dari akhlak dan budi pekerti yang luhur.
"Kendati demikian kami tidak menafikan bahwa ada sebagian orang saleh memiliki tanda hitam di jidatnya, tetapi bukan tanda yang dibuat dengan sengaja tetapi lebih karena seringnya bersujud," katanya seperti dikutip dari laman NU Online.
أَنَّهُ رَأَى رَجُلاً بَيْنَ عَيْنَيْهِ مِثْلَ ثَفِنَةِ الْبَعِيرِ فَقَالَ : لَوْ لَمْ يَكُنْ هَذَا كَانَ خَيْراً يَعْنِي كَانَ عَلَى جَبْهَتِهِ أَثَرُ السُّجُودِ وَإِنَّمَا كَرِهَهَا خَوْفاً مِنَ الرِّيَاءِ عَلَيْهِ.
Bahwa beliau melihat seorang laki-laki yang di antara kedua matanya terdapat tanda seperti tsafinatul ba’ir. Lantas beliau berkata, “Seandainya tidak ada ini maka ia lebih baik.” Maksudnya adalah di keningnya ada bekas sujud. Beliau tidak menyukainya karena khawatir hal tersebut menimbulkan riya. (Lihat Ibnul Atsir, an-Nihayah fi Gharibil Hadits wal Atsar, Beirut al-Maktabah al-‘Ashriyyah, cet ke-1, 1426 H/2005 M, juz, I, h. 200).
(Dyah Ratna Meta Novia)