Masjid Istiqlal merupakan masjid yang memiliki nilai sejarah. Sebab pembangunannya melibatkan para pendiri NKRI.
Pemilihan lokasi pembangunan Masjid Istiqlal sempat menimbulkan perbedaan pendapat antara Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta saat itu.
Bung Hatta ingin agar Masjid Istiqlal didirikan di lokasi yang saat ini menjadi tempat berdirinya Hotel Indonesia atau di Jalan M.H. Thamrin sekarang. Pertimbangan Bung Hatta kala itu, daerah tersebut berada di lingkungan muslim dan tersedia lahan yang cukup luas.
Bung Hatta juga kurang setuju jika masjid kebanggaan bangsa itu dibangun di kawasan Pasar Baru sebab lokasi tersebut banyak terdapat bangunan-bangunan lama peninggalan Belanda.
Ia beralasan akan mahal karena harus membongkar bekas benteng apabila Masjid Istiqlal didirikan di lokasi tersebut.
Namun Bung Karno tetap menghendaki agar pembangunan Masjid Istiqlal dilakukan di dekat sekitar Pasar Baru, tepatnya di Taman Wilhelmina dan dekat benteng kuno Belanda. Seperti yang dikhawatirkan Bung Hatta, anggaran untuk membangun masjid di tempat itu pasti amat besar.
Mengapa Bung Karno bersikukuh lokasi Masjid Istiqlal berada di dekat sekitar Pasar Baru, sebab ia ingin menyampaikan pesan bahwa bangsa ini memiliki semangat persatuan dan toleransi beragama yang sangat kuat sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Itulah alasan utama mengapa Presiden pertama RI tersebut bersikukuh Masjid Istiqlal harus dibangun di dekat Gereja Katedral yang menjadi pusat kegiatan umat Kristen di Indonesia. Beda pendapat tersebut diungkap Setiadi Sapandi dalam buku biografi Friedrich Silaban (2017).
Friedrich Silaban sendiri merupakan arsitek yang memenangkan sayembara rancang bangun Masjid Istiqlal yang digelar oleh pemerintah RI kala itu.
Arsitek lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) itu menyisihkan 27 peserta dan membawa hadiah emas 75 gram serta uang sebesar Rp25 ribu atas karyanya itu.
Mengenai perdebatan Soekarno dan Hatta perihal pembangunan Masjid Istiqlal di bekas Taman Wilhelmina dan dekat benteng kuno Belanda itu, Abdul Mun’im DZ dalam Fragmen Sejarah NU (2017) mencatat, Soekarno menyampaikan penjelasan kepada KH Saifuddin Zuhri.
Seperti dilansir dari NU Online, Bung Karno mengungkapkan bahwa sebelum kompeni Belanda membangun Taman Wilhelmina dan benteng, di situ berdiri sebuah masjid yang kemudian dirobohkan oleh Belanda untuk membangun dua situs tersebut.
KH Saifuddin Zuhri kala itu datang menemui Soekarno yang justru ingin menyelesaikan pembangunan Monumen Nasional (Monas) terlebih dahulu padahal pembangunan Masjid Istiqlal belum rampung. Namun, Soekarno menegaskan komitmen penyelesaian pembangunan Istiqlal.
Ia juga ingin karakter bangsa kokoh lewat pembangunan monumen nasional tersebut sehingga spirit nasionalisme dan religiusitas masyarakat berjalan seiring.
Peletakan batu pertama pembangunan Masjid Istiqlal dulu pernah ada. Tetapi baru dilakukan pada 24 Agustus 1961.
Sebelum sukses diresmikan, pembangunan masjid ini tidak lancar karena berbagai macam alasan, termasuk gangguan G30S 1965. Namun akhirnya, setelah memakan waktu 17 tahun untuk menuntaskannya, pada 22 Februari 1978, masjid yang dalam bahasa Arab berarti merdeka ini resmi dibuka.
(Dyah Ratna Meta Novia)