Mengenal Asma' binti Abu Bakar, Muhajirin yang Terakhir Wafat

Suherni, Jurnalis
Jum'at 27 Desember 2019 08:23 WIB
Ilustrasi. Foto: Pond5
Share :

SEDIKITNYA terdapat 39 tokoh wanita yang berpengaruh dalam sejarah Islam, salah satunya adalah Asma’ binti Abu Bakar. Ia adalah perempuan yang beriman teguh kepada Allah dan Nabi Muhamad SAW.

Dikutip dari buku Biografi 39 Tokoh Wanita Pengukir Sejarah Islam, halaman 209-219, yang ditulis oleh Dr. Bassam Muhammad Hamami, saat Rasulullah Hendak pergi ke Madinah, keluarga Abu Bakar-lah yang mempersiapkan perbekalannya. Abu Bakar berkata, "Carikan untukku suatu gantungan untuk bekal Rasulullah dan suatu tali untuk geriba (wadah air)!" Asma menjawab, "Aku tak mendapatkan sesuatu pun selain ikat pinggangku."

Abu Bakar berkata, "Berikanlah kepadaku". Asma mengatakan, "Aku telah memotongnya menjadi dua: satu untuk bekal makanan dan yang satu untuk geriba.”

Karena itulah, Asma mendapat julukan Dzât an-Nithaqain (Pemilik Dua Ikat Pinggang). Rasulullah SAW berdoa, "Semoga Allah mengganti ikat pinggangmu ini dengan dua ikat pinggang di surga."

Seorang wanita yang jujur, sabar, pandai bertobat, dan senantiasa berzikir; wanita yang rela merobek ikat pinggangnya untuk Rasulullah SAW, ialah Asma’ binti Abu Bakar. la adalah sosok mukminah yang memiliki kedudukan mulia, harga diri, dan keberanian luar biasa.

Di samping itu, ia juga adalah seorang penyair dan penulis natsr (prosa) yang memiliki logika dan bahasa yang fasih.

Asma' binti Abu Bakar al-Qurasyiyyah at-Tamimiyah, putri dari laki-laki muslim utama dalam Islam sesudah Rasulullah SAW, Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. Ibunya adalah Qatilah binti Abdul Uzza ibn Abdi As'ad ibn Nashr ibn Mâlik ibn Hisl ibn Amir al-'Amiriyyah. Asma binti Abu Bakar adalah sosok ibu dari seorang sahabat besar, Abdullah ibn Zubair r.a, dan saudara wanita dari Ummul Mukminin Aisyah r.a.

Asma' binti Abu Bakar adalah Muhajirin wanita yang terakhir wafat. la masuk Islam sesudah tujuh belas orang yang hadisnya mendapat cahaya iman dari Allah. la beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dengan keimanan yang kukuh.

Salah satu wujud keislamannya yang baik adalah dapat dilihat ketika ibunya, Qatilah, telah diceraikan oleh Abu Bakar pada zaman jahiliyah. Selanjutnya, disebutkan bahwa pada suatu hari, Qatilah datang untuk mengunjungi putrinya, Asma binti Abu Bakar ash-shiddiq. Saat itu ia datang bersama putranya, al-Hârits ibn Mudrik ibn 'Umar ibn Makhzum.

Namun, tatkala ibunya hendak memberinya hadiah, Asma tidak mau menerimanya sebelum bertanya kepada Rasulullah. la pun pergi untuk bertanya kepada Nabi Muhammad SAW, selanjutnya, Allah menurunkan ayat:

"Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya, Alah menyukai orang-orang yang berlaku adil." (QS. Al-Mumtahanah: 8).

Setelah mendangar turunnya ayat tersebut, Asma' binti Abu Bakar mengajak masuk ibunya ke rumah dan menerima hadiah darinya. Hal itu setelah Asma' mendengar Rasulullah bersabda, "Ya, sambunglah hubungan (baik) dengan ibumu."

Asma' Dzát an-Nithâqain (Pemilik Dua Ikat Pinggang) menyaksikan dua masa, yaitu masa sebelum bi'tsah (pengangkatan Nabi Muhammad SAW sebagai rasul) dan sesudahnya. la pun menyaksikan berbagai peristiwa nubuwah hari demi hari. la adalah putri dari ash-Shiddiq, sahabat dan karib Rasulullah yang memiliki kemuliaan sebagai orang paling awal masuk Islam dan mempercayai dakwah Rasulullah.

Abu Bakar ash-Shiddiq adalah juru dakwah terbesar setelah Rasulullah sekaligus maha guru Islam yang pertama. Berbagai usaha besar yang ia lakukan dalam mendakwahkan agama Islam serta kemampuan luar biasanya dalam memahami Islam telah memiliki andil besar dalam membawa hidayah dan keislaman banyak sahabat.

Mereka di antaranya adalah Utsman ibn Affan, Zubair ibn Awwam, Abdurrahman ibn Auf, Sa'ad ibn Waqqash, Thalhah ibn Zubair, dan masih banyak lagi. Mereka yang menjadi sasaran awal dakwahnya itu di luar keluarganya sendiri. Adapun keluarganya yang beriman adalah Ummu Ruman, dan anak-anaknya.

Asma’ binti Abu Bakar memiliki peran besar dalam membantu sang ayah dalam keterlibatannya mengemban beban dakwah Islami dan membela Rasulullah SAW. Sementara Rasulullah memiliki kepercayaan yang sangat besar kepada Abu Bakar ash-Shiddiq dan kedua putrinya: Asma' dan Aisyah.

Ummul Mukminin Sayyidah Aisyah menceritakan, "Tidaklah salah jika Rasulullah mendatangi rumah Abu Bakar di salah satu ujung siang, adakalanya pagi dan adakalanya sore hari. Pada hari ketika Rasulullah diizinkan untuk hijrah meninggalkan Makah dan kaumnya, Rasulullah mendatangi rumah kami pada siang hari, yakni pada waktu yang belum pernah beliau mendatangi kami pada waktu tersebut.

Begitu melihat Rasulullah, Abu Bakar mengatakan: 'Rasulullah tidaklah datang pada waktu seperti ini, kecuali karena sesuatu yang telah terjadi. Saat Rasulullah datang, Abu Bakar tidak duduk di atas alasnya hingga Rasulullah duduk. Saat itu tidak ada orang yang bersama Abu Bakar selain aku dan saudariku, Asma' binti Abi Bakar.

Selanjutnya, Rasulullah bersabda: 'Suruhlah orang yang bersamamu keluar meninggalkanku dari sisiku!'

Abu Bakar bertanya: 'Wahai Rasulullah, kedua orang ini adalah keluargamu juga. Ada apakah?"

Rasulullah memberitahu: 'Sesungguhnya, Allah telah mengizinkanku untuk pergi hijrah.

Abu Bakar berkata: 'Ditemani, wahai Rasulullah?" Rasul mengatakan: 'Ya'."

Sayyidah Aisyah melanjutkan, "Demi Allah, sebelum hari itu, aku belum pernah melihat seorang pun yang menangis karena bahagia dan saat itu aku melihat Abu Bakar menangis."

Rasulullah melakukan hijrah ditemani oleh Abu Bakar ash-Shiddiq hingga mereka tiba di suatu gua di atas Gunung Tsur. Selanjutnya, mereka masuk ke gua tersebut. Asma dan saudaranya, Abdullah, memiliki peran besar untuk menyampaikan informasi dan bekal setiap malamnya. Setiap malam, mereka berdua pergi ke gua. Abdullah membekali Nabi dengan berbagai kabar tentang kaum Quraisy dan pergerakan mereka.

Sementara itu, Asma' binti Abu Bakar r.a. menceritakan, "Ketika Rasulullah telah pergi, kami didatangi oleh sekelompok orang Quraisy. Salah satunya adalah Abu Jahal ibn Hisyam. Mereka berhenti di depan rumah Abu Bakar hingga aku pun keluar menemui mereka. Para Quraisy itu bertanya: 'Di manakah ayahmu wahai putri Abu Bakar?' Aku menjawab: Demi Allah, aku tidak tahu di mana ayahku.'

Selanjutnya, Abu Jahal mengangkat tangan, ia adalah seorang yang jahat dan keji, lalu menampar wajanku dengan keras hingga anting-antingku terjatuh. Setelah itu, mereka pergi. Hingga tiga malam berlalu, aku tidak tahu ke mana perginya ayahku bersama Rasulullah.

Tiba-tiba datanglah seorang jin laki-laki dari lembah kota Makah sambil menyanyikan beberapa bait syair yang biasa dinyanyikan oleh orang Arab. Orang-orang bisa mendengar suaranya tanpa melihat wujudnya. Akhirnya, ia muncul di atas kota Makah sambil bernyanyi:

'Semoga Allah Tuhan manusia memberi balasan terbaik

Dua sahabat yang singgah di rumah Ummu Ma'bad

Keduanya berhenti dan berjalan oleh hidayah

Beruntunglah orang yang menjadi sahabat Muhammad

Agar Bani Ka'b mengetahui tempat pemuda mereka

Tempat duduk mereka dekat dengan kaum Mukminin'."

Asma mengatakan, "Setelah mendengar kata-kata jin itu, kami tahu ke mana Rasulullah menuju. Kami tahu bahwa tujuan mereka adalah Madinah. Mereka melakukan perjalanan bersama empat orang: Rasulullah SAW, Abu Bakar, 'Amir ibn Fuhairah-budak Abu Bakar, dan Abdullah ibn Uraiqath sebagai penunjuk jalan.

Saat Rasulullah pergi meninggalkan Makah bersama Abu Bakar, Abu Bakar membawa serta seluruh hartanya. Selanjutnya, datanglah kakekku, Abu Qafâhah, yang kehilangan untanya. la berkata: 'Demi Allah, ia telah menyusahkan kalian dengan membawa seluruh hartanya.' Aku menjawab: "Tidak wahai kakek. Sungguh ayah telah meninggalkan banyak kebaikan untuk kami.'

Selanjutnya, aku menuju suatu batu lalu aku letakkan batu itu di suatu sudut yang biasa Abu Bakar menyimpan harta bendanya. Aku tutupi batu-batu itu dengan kain lalu kubawa. Aku pegang tangan kakekku dan kuletakkan kain itu di atas tangannya. Aku berkata: 'Beliau telah meninggalkan ini untuk kami."

Kakek meraba-raba batu di balik kain tersebut kemudian mengatakan: 'Adapun jika ia tinggalkan ini untuk kalian maka itu benar. Namun, demi Allah, ia hanya meninggalkan sedikit harta untuk kita'.

Demikianlah, kita melihat bahwa Asma' binti Abu Bakar rela menanggung gangguan, tekanan, dan siksaan dari orang-orang Quraisy beserta seluruh kaum kafir. Hal itu ia lakukan demi menutupi ke mana arah perjalanan hijrah Rasulullah SAW dan orang yang menemani beliau. Dengan hikmah yang begitu besar dan dalam, Asma' mampu meyakinkan kakeknya bahwa ayahnya telah meninggalkan banyak harta untuk dirinya dalam menjalani kehidupannya.

Asma' binti Abu Bakar kemudian dinikahi oleh Zubair ibn 'Awwam di Makah. Asma' hidup bersama sang suami dengan kehidupan yang apa adanya. Tentang hal ini, Asma' menceritakan, "Aku dinikahi oleh Zubair yang tidak memiliki harta apa pun, baik berupa uang maupun barang atau sesuatu pun selain kudanya. Aku pun menggembalakan kuda dan menuntunnya. Aku berjalan mencari air dan membuat adonan. Padahal, aku tidak pandai membuat roti. Beberapa tetangga Anshar turut membuatkan adonan untukku. Mereka adalah para wanita yang tulus. Aku membawa benih yang kuletakan di atas kepalaku, dari tanah Zubair yang diberikan oleh Rasulullah sejauh 3 farsakh (1 farsakh = 5,541 km) dari tempatku.

Suatu hari aku datang dengan membawa benih di atas kepala. Aku bertemu dengan Rasulullah bersama sejumlah sahabat. Beliau memanggilku kemudian menyuruhku: 'Naiklah! Beliau hendak memboncengku. Namun, aku merasa malu untuk berjalan bersama laki-laki. Aku pun teringat akan kecemburuan Zubair karena ia adalah seseorang yang sangat pencemburu. Rasulullah mengetahui bahwa aku malu untuk naik hingga beliau pun pergi.

Aku pun sampai kepada Zubair lalu kuceritakan: 'Aku bertemu Rasulullah ketika aku sedang membawa buah di atas kepalaku. Beliau berjalan bersama beberapa orang sahabat. Ketika itu Rasulullah menderumkan untanya agar aku naik. Namun, aku merasa malu dan ingat akan kecemburuanmu.'

Zubair berkata: 'Demi Allah, buah yang engkau bawa di atas kepalamu itu lebih berat bagiku daripada engkau naik bersama beliau.' Setelah itu, Abu Bakar akhirnya mengirimkan seorang pembantu untukku hingga aku tidak lagi perlu mengurus kuda. Dengan begitu, ia seakan telah membebaskan diriku.’

Diriwayatkan dari Ikrimah bahwa Asma' hidup sebagai istri Zubair ibn 'Awwam yang bersikap keras terhadapnya. Asma' pun mendatangi ayahnya dan mengadukan sifat Zubair tersebut. Abu Bakar berkata, "Wahai putriku, bersabarlah karena jika seorang wanita memiliki suami yang saleh kemudian laki-laki itu mati meninggalkannya lalu ia tidak menikah lagi dengan orang lain, niscaya Allah mengumpulkan mereka kelak di surga."

Tidak lama setelah Rasulullah dan para sahabat hijrah ke Madinah, Asma' pergi bersama rombongan hijrah. Di sana, ia melahirkan putranya, Abdullah ibn Zubair. Ia adalah anak pertama yang lahir dalam Islam setelah peristiwa hijrah.

Asma' Dzât an-Nithâqain (Pemilik Dua Ikat Pinggang) telah mencatat suatu teladan hidup yang indah tentang kesabaran dalam menghadapi kesulitan hidup dan kemiskinan yang berat. Selain sebagai contoh dalam semangat untuk taat kepada suami dan berusaha mendapat ridhanya, Allah juga mengaruniakan kenikmatan berupa kekayaan kepadanya, tetapi Asma' tidak kikir dengan kekayaan harta dan jiwa yang dianugerahkan Allah kepadanya itu. Bahkan, ia menjadi wanita yang pemurah dan tidak pernah menyimpan sesuatu pun untuk hari esok.

Ketika sakit, Asma’ menjalaninya dengan penuh kesabaran hingga ia pun sehat lalu memerdekakan semua budak yang ia miliki. Asma' berkata kepada anak-anak dan keluarganya, "Bersedekahlah, janganlah kalian menanti lebihnya harta!"

Asma' selalu memegang teguh pesan sang ayah untuk bersabar sampai putranya, Abdullah ibn Zubair, tumbuh dewasa menjadi seorang remaja yang tampan dan mampu membela agama. Ayahnya, Abu Bakar, juga berpesan agar ia senantiasa melindungi sang ibu nan suci dari segala gangguan.

Pada suatu hari terjadilah pertengkaran antara Asma dan Zubair, suaminya. Zubair memukul Asma' hingga ia berteriak memanggil Abdullah, putranya. Abdullah segera datang menghampiri sang ibu. Ketika melihat Abdullah datang untuk membela ibunya, Zubair berkata, "Jika engkau masuk, ibumu aku ceraikan."

Abdullah menyahut, "Akankah engkau jadikan ibuku sebagai korban sumpahmu?" Abdullah tetap masuk dan menyelamatkan Asma dari Zubair hinggga Asma' menjauh dari Zubair. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Abdullah berkata kepada ayahnya, "Orang sepertiku tidak mungkin ibunya digauli oleh lelaki sepertimu. Karena itu, ceraikanlah ibuku!"

Asma' tinggal bersama Abdullah ibn Zubair, putranya, sebagai wanita yang terhormat dan mulia. Ia hidup di bawah pengawasan Rasulullah yang mengawai dan menyantuninya. Rasul tidak pernah melupakan Asma' dari doa yang penuh berkah. Suatu hari Asma' mengalami bengkak di lehernya. Selanjutnya, Nabi SAW mengusap leher Asma' sambil berdoa, "Ya, Allah, sembuhkanlah ia dari kejahatan dan sakitnya." Atas izin Allah, Asma' pun sembuh

Beberapa tahun telah dilewati oleh Asma Dzât an-Nathâqain (Pemilik Dua Ikat Pinggang) untuk menyaksikan mangkatnya Rasulullah dan ayahnya Abu Bakar ash-siddiq. Selama masa itu, Asma' masih hidup berdua dengan Abdullah, anaknya, seorang pemuda pembela kebenaran, juru bicara kejujuran, pemilik pedang yang tajam, dan teguh dalam pendirian.

Asma' selalu mengajarkan kepadanya akan panacaran nubuwah yang ia peroleh dari Rasulullah. Asma' merawat anaknya sebagai seorang ibu yang beriman dan pemberani. Ibu yang tidak merasa takut terhadap celaan orang yang mencela selama ia teguh berada di jalan Allah. Hari demi hari ia lalui dengan penuh kesabaran hingga terjadilah musibah besar ketika sang anak meninggal dunia.

(Abu Sahma Pane)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Muslim lainnya