Raden Adjeng atau RA Kartini merupakan wanita kelahiran Jepara, 21 April 1879. Ia dikenal sebagai tokoh emansipasi wanita karena perjuangannya atas kesetaraan gender.
Tak hanya itu, RA Kartini yang sudah dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional juga menyuarakan kerisauannya terhadap proses mengajinya yang tak dibarengi dengan belajar terjemahan Al-Qur'an. Ia pun berhasrat mengungkap arti ayat-ayat dalam kitab suci tersebut.
"Manakah boleh aku cinta akan agamaku kalau aku tiada kenal, tiada boleh aku mengenalnya," demikian dikatakan Kartini kepada sahabat penanya Stella Zeehandelaar pada 6 November 1899 sebagamana dikutip dari buku Habis Gelap Terbitlah Terang pada Selasa (21/4/2020).
Ia mengatakan Al-Qur'an terlalu suci sehingga tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apa pun saat itu. "Di sini tiada orang yang tahu bahasa Arab. Orang diajar di sini membaca Qur'an tetapi yang dibacanya itu tiada ia mengerti," tutur Kartini.
Menurut Kartini ketika belajar Al-Qur'an maka harus dibarengi dengan belajar terjemahannya. Ia pun berusaha agar bisa membaca dan menghayati kita suci umat Islam tersebut.
"Sama saja engkau mengajar aku membaca kitab bahasa Inggris, aku harus hafal semuanya. Sedangkan tiada sepatah kata jua pun yang kau terangkat artinya kepadaku," kata Kartini.
Dalam surat berikutnya, Kartini mengungkapkan kecurigannya bahwa sang guru juga tak tahu terjemahan Al-Qur'an. Meski begitu kegelisahannya terjawab usai bertemu Kiai Sholeh Darat asal Semarang.
Dalam pertemuan itu RA Kartini menggugah hati sang Kiai agar menerjemahkan isi ayat-ayat dalam Al-Qur'an. Lalu pada akhirnya sang ulama tersebut menerjemahkan surat demi surat.
(Abu Sahma Pane)