3. Ali bin Husein Al Attas
Al Habib Ali bin Husein Al Attas lebih dikenal dengan Habib Ali Bungur. Ia adalah ulama yang masyhur di tanah Betawi. Jika dirunut secara garis keturunan, Habib Ali Bungur memiliki hubungan keturunan langsung dengan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam.
Pada akhir hayatnya, Habib Ali Bungur dan keluarga tinggal di Bungur, Jakarta Pusat. Sebelumnya, guru sejumlah kiai Jakarta ini tinggal di Cikini, Jakarta Pusat. Ketika itu namanya dikenal dengan sebutan Habib Ali Cikini.
Zaman itu Cikini merupakan sebuah kampung yang masyarakatnya hidup di bawah garis kemiskinan. Ia tinggal bersama-sama rakyat biasa. Orang yang mengenal Habib Ali sering mengenang sifat hidupnya yang sederhana, tawadu, teguh memegang prinsip, berani membela kebenaran, ahli di bidang ilmu pengetahuan, luas pemikiran, tidak membedakan antara kaya dan miskin, serta mendorong terbentuknya Indonesia yang bersatu, utuh, dan berdaulat.
Habib Ali juga tidak segan-segan menegur para pejabat yang mendatanginya dan selalu menyampaikan agar jurang pemisah antara pemimpin dan rakyat dihilangkan dan rakyat mesti dicintai. Semasa hidupnya ia tak pernah berhenti dalam berdakwah.
4. KH Muhammad Syafi'i Hadzami
Kiai Haji Muhammad Syafi'i Hadzami lebih dikenal dengan nama Mu'allim Syafi'i Hadzami. Ia lahir di Jakarta pada 31 Januari 1931. Kemudian meninggal di Jakarta pada 7 Mei 2006 dalam usia 75 tahun. Beliau adalah seorang ulama asli Betawi.
KH Mu'allim Syafi'i mengabdikan hidupnya untuk perkembangan Islam di Jakarta. Nama Mu'allim Syafi'i bertambah menjadi Mu'allim Syafi'i Hadzami.
Ketika bergaul dengan masyarakat selama puluhan tahun, maka namanya kemudian menjadi salah satu tokoh terdepan di kehidupan umat Islam Jakarta. Murid-muridnya terdiri dari beragam usia, latar belakang profesi, dan kesukuan.
Hal tersebut terjadi seiring terus tergesernya dan perpindahan para penduduk asli Betawi dari kampung-kampung asal mereka. Sehingga, pengajian-pengajian KH Mua'llim Syafi'i Hadzami yang dahulu ramai dikunjungi oleh penduduk suku Betawi, lambat laun juga dibanjiri oleh penduduk-penduduk pendatang yang beragam sukunya.
KH Mua'llim Syafi'i Hadzami memiliki gaya berbicara datar-datar saja namun tertib dan jelas. Cara berpakaiannya yang wajar-wajar saja, dan sikapnya yang tenang, serta pembawaannya yang sederhana menjadikan beliau disegani oleh seluruh ulama di Betawi, baik dari kalangan habaib maupun para ulama asli Betawi.
Hal ini terutama sekali dikarenakan sikap KH Mu'allim Syafi'i Hadzami yang sangat teguh dalam memegang prinsip-prinsip agama. Selain itu, ia juga terkenal sangat rendah hati dan mencintai para muridnya.