MASJID Istiqlal kebanggaan bangsa Indonesia. Selain digunakan sebagai pusat kegiatan Islam, Masjid Negara yang terletak di Jakarta Pusat ini jugaa menjadi simbol toleransi, keberagaman, serta destinasi religi bagi warga lokal dan mancanegara.
Masjid Istiqlal digagas oleh Presiden Soekarno. Ia mengadakan sayembara untuk membuat desain Masjid Istiqlal sejak 22 Februari hingga 30 Mei 1955. Bung Karno menjadikan dirinya sebagai ketua dewan juri.
Dari 30 peserta yang ikut, hanya 27 peserta yang menyerahkan sketsa dan maketnya, kemudian disaring lagi hingga mengerucut menjadi 5 kontestan.
Mengutip dari Wikipedia, Ketika pemenang sayembara diumumkan, nama Friedrich Silaban muncul sebagai pemenang. Pada saat itu karya Friedrich Silaban terpilih, dengan karyanya yang berjudul Ketuhanan.
Bung Karno sangat suka dengan karya Friedrich Silaban yang seakan sudah membaca keinginan dan pikirannya. Soekarno menjuluki Friedrich Silaban sebagai by the grace of God atau dengan rahmat Tuhan.
Baca juga: Masjid Istiqlal, Simbol Toleransi dan Keberagaman Indonesia
Friedrich Silaban merupakan arsitek beragama Kristen Protestan, anak seorang pendeta dari Tanah Batak.
Friedrich Silaban lahir di Bonandolok, Sumatera Utara, 16 Desember 1912. Sempat bersekolah di HIS Narumonda, Tapanuli, Sumatera Utara, dan Koningin Wilhelmina School, sebuah sekolah teknik di Jakarta.
Dikutip dari Muslim Obsession, dalam membuat rancangan Masjid Istiqlal, Silaban mempelajari rupa-rupa masjid dari Aceh hingga Madura. Silaban ingin menciptakan sebuah masjid baru. Namun, sebagai Kristiani, ia mengalami pergulatan batin karena merancang masjid, tempat ibadah umat Islam. Selama membuat sketsa masjid, dia selalu berdoa.
“Tuhan, kalau di mata-Mu saya salah merancang masjid, maka jatuhkanlah saya, buatlah saya sakit supaya saya gagal. Tapi jika di mata-Mu saya benar, maka menangkanlah saya,” ujar putra ketiga Silaban, Poltak Silaban.
Tuhan seakan menjawab doanya. Silabam sukses merancang arsitektur Istiqlal sebagai masjid terbesar di Asia Tenggara.
Friedrich Silaban menerima anugerah Tanda Kehormatan Bintang Jasa Sipil berupa Bintang Jasa Utama dari pemerintah atas prestasinya dalam merancang pembangunan Masjid Istiqlal.
Karir Silaban di dunia arsitek diawali saat ia bersekolah di Jakarta. Ia sangat tertarik pada desain bangunan Pasar Gambir di era Batavia dahulu kala, buatan arsitek Belanda, JH Antonisse. Setelah lulus sekolah, Silaban mengunjungi kantor Antonisse.
Baca juga: Ini Makna di Balik Arsitektur Megah Masjid Istiqlal
Ia dipekerjakan sebagai pegawai di Departemen Umum. Berkat karirnya yang terus meningkat, akhirnya ia menjabat sebagai Direktur Pekerjaan Umum tahun 1947-1965. Jabatannya itu membawa Silaban ke penjuru dunia untuk melihat berbagai seni arsitektur bangunan.
Pada tahun 1949-1950, Silaban pergi ke Belanda mengikuti kuliah tahun terakhir di Academie voor Bouwkunst Amsterdam atau Akademi Seni dan Bangunan. Pada saat itulah, Silaban mendalami arsitektur Negeri Kincir Angin itu dengan melihat dan "menyentuhnya" secara langsung.
Tidak hanya Belanda, setidaknya 30 kota besar di penjuru dunia telah dikunjungi Silaban. Tujuannya satu, mempelajari arsitektur di negara-negara tersebut.
Masjid Istiqlal dibangun sejak 1961, dan baru selesai 17 tahun kemudian. Masjid ini resmi digunakan sejak 22 Februari 1978.
Selain Masjid Istiqlal, Silabam juga merancang bangunan-bangunan bersejarah seperti Tugu Monas, Tugu Khatulistiwa, Gelora Bung Karno, Menara Bung Karno, Gerbang Taman Makam Pahlawan Kalibata, Rumah Dinas Walikota Bogor, Monumen Pembebasan Irian Barat, Rumah Dinas Perikanan Bogor dan markas TNI Angkatan Udara Jakarta.
Silaban meninggal pada 14 Mei 1984. Untuk mengenang jasanya, Jalan Gedong Sawah di Kota Bogor diganti menjadi Jalan F. Silaban.
(Salman Mardira)