Sunnah secara mutlak. Ini merupakan pendapat Syafi’iyyah dan salah satu pendapat Imam Malik
Sunnah jika dikhawatirkan ada yang lewat. Ini merupakan pendapat Malikiyyah dan Hanafiyyah.
Sunnah bagi imam dan munfarid. Ini pendapat Hanabilah (Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah, 24/178, Tamaamul Minnah, 300).
Namun tidak wajibnya sutrah adalah pendapat jumhur ulama, bahkan sebagian ulama menukil ijma’ akan hal ini. Ibnu Qudamah dalam Al Mughni mengatakan:
“Kami tidak mengetahui adanya khilaf tentang hukum mustahab (sunnah) mengenai penggunaan sutrah dalam shalat” (Al Mughni, 2/174). Mengenai validitas ijma Ibnu Qudamah dan ulama lain yang mengklaim ijma sunnahnya sutrah perlu dikaji lebih jauh, namun bukan dalam tulisan ini. Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin dalam Syahrul Mumthi’ (3/277) menyebutkan beberapa qarinah yang menunjukkan tidak wajibnya sholat menghadap sutrah:
Hadits Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Jika salah seorang dari kalian shalat menghadap sesuatu yang ia jadikan sutrah terhadap orang lain, kemudian ada seseorang yang mencoba lewat di antara ia dengan sutrah, maka cegahlah. jika ia enggan dicegah maka perangilah ia, karena sesungguhnya ia adalah setan” (HR. Al Bukhari 509)
Perkataan Nabi ‘jika salah seorang dari kalian sholat menghadap sesuatu yang ia jadikan sutrah‘ menunjukkan orang yang sholat ketika itu terkadang sholat menghadap sesuatu dan terkadang tidak menghadap pada apa pun. Karena konteks kalimat seperti ini tidak menunjukkan bahwa semua orang di masa itu selalu sholat menghadap sutrah. Bahkan menunjukkan bahwa sebagian orang menghadap ke sutrah dan sebagian lagi tidak menghadap ke sutrah.