SEBAGAI perantau, sebagian orang akan bingung saat hendak melaksanakan ibadah kurban. Apakah harus di domisili tempat tinggal atau kampung halaman. Di mana kedua tempat ini terdapat masyarakat yang membutuhkan dan berhak menerima daging kurban.
Sebagaimana dikutip dari laman Muslim.or.id, merujuk penjelasan Komisi Fatwa Kerajaan Arab Saudi pada era Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, ia menetapkan:
"Tidak mengapa berkurban di daerah lain bila bermukim di negara non-Muslim yang tidak begitu memerlukan daging kurban. Karena jika dibagikan, tetapi saja tidak mendapatkan manfaatnya. Maka jika mengirim uang lantas berkurban di daerah lain itu baik, asalkan lewat perantara orang yang terpercaya." (Fatawa Nur ‘alad Darb, 18: 206)
Baca juga: 4 Keadaan Hewan Tidak Boleh Dijadikan Kurban
Kemudian merujuk pada buku 'Fikih Kurban Praktis' terbitan NU dijelaskan terkait berkuban melalui lembaga penerima jasa kurban hukumnya diperbolehkan dan juga sah.
Sementara dalam fikih Mazhab Syafii, menyembelih hewan kurban di mana saja hukumnya diperbolehkan. Misalnya, seorang perantau ingin menyembelih kurbannya di tempat ia tinggal saat ini. Lalu diperkenankan berkurban di tempat domisili atau mewakilkan kepada orang lain untuk melaksanakan kurbannya di kampung halaman.
Baca juga: Hari Raya Kurban Identik dengan Bakar Sate, Yuk Ketahui Asal-usul dan Maknanya
Kedua praktik atau pelaksanaan kurban tersebut tidak termasuk golongan naqlu al-udlhiyyah (pemindahan daging kurban dari daerah penyembelihan ke daerah lain, misal tetangga desa), di mana hukumnya masih diperdebatkan oleh para ulama.
Akan tetapi sebagian beranggapan bahwa kurban wajib di tempat domisili mudlahhi (orang yang melaksanakan kurban), sehingga haram hukumnya bagi mudlahhi memasrahkan pelaksanaan kurban kepada orang lain di luar daerah domisilinya.