Serangan 11 September, Cerita Imam Shamsi Ali di New York Dikirim Bunga oleh Pendeta (3)

Agregasi BBC Indonesia, Jurnalis
Sabtu 11 September 2021 09:06 WIB
Serangan 11 September 2001 di Menara Kembar WTC, New York. (Foto: Getty Images)
Share :

SERANGAN 11 September dan meruntuhkan menara kembar World Trade Centre (WTC), Imam Shamsi Ali ketika itu menetap di New York. Imam Shamsi Ali pun merasakan dampaknya.

Tantangan, "paling berat" menyusul Serangan 11 September 2001, kata Shamsi, adalah persepsi yang terbalik tentang Islam.

Sejumlah masjid yang sempat diserang, menurut Shamsi, termasuk yang menutup diri dan tidak berupaya mengenalkan diri ke para tetangga.

Baca Juga: Serangan 11 September 2001, Cerita Imam Shamsi Ali di New York Dipeluk Tetangga Katolik (1)

 "Akhirnya orang yang dibombardir dengan informasi yang salah tentang Islam, jadi curiga… Terkadang ketidaktahuan orang, kebencian orang, disebabkan karena kita yang kurang berinteraksi atau bergaul dengan orang," cerita putra kelahiran Makassar ini.

Bersama Rabi Marc Schneier, dan Chelsea Clinton dalam acara memerangi Islamofobiadi

Manhattan pada 14 Maret 2012. 

Namun ia mengatakan masjid Indonesia al-Hikmah yang dipimpinnya, justru didatangi dua pendeta dari gereja yang terletak tak jauh.

"Mereka membawa karangan bunga ke kita, ada masjid yang diserang, tapi masjid kita dibawakan karangan bunga. Pendeta itu mengatakan, 'Saya tahu kamu dalam situasi sulit, apa yang dapat kami bantu?', justru gereja menawarkan."

Melalui kunjungan ini, kata Shamsi, pihaknya kemudian menjalin komunikasi dan dialog. Imam Shamsi juga merasa dirinya "terekspos".

Baca Juga: Serangan Menara Kembar WTC 11 September 2001, Imam Shamsi Ali: Islam Ketika Itu Sedang Runtuh Juga (2)

"Saya sendiri, yang telah tinggal di New York beberapa tahun sebelum Serangan 11 September, terekspos karena sebelumnya saya tak bisa membayangkan berkomunikasi dengan pemeluk agama lain secara masif, bahkan dengan masyarakat Yahudi.

"Kapan kita bisa bermimpi akan berkomunikasi, berdialog, bahkan menulis buku dengan pendeta Yahudi. Ini kan belum pernah kita impikan. Tapi ketika terjadi Serangan 11 September, semua ini membuka [peluang]," tambahnya lagi.

Imam Shamsi Ali mengatakan Serangan 11 September membuka pintu dialog antaragama. Dia i mendapatkan pendidikan pesantren di Sulawesi Selatan dan melanjutkan studi di Pakistan. Ia kemudian mendapat tawaran untuk bekerja di Arab Saudi selama dua tahun.

Baca Juga: Sholat 5 Waktu, Jangan Tinggalkan Sesulit Apapun Keadaan

Pengalaman di dua negara ini, yang disebut Shamsi, membuatnya mudah curiga terhadap pemeluk agama lain, ketika pindah ke New York pada 1996.

Tetapi upayanya membuka diri bukan tanpa masalah dari jamaah sendiri.

Ketika itu Shamsi Ali juga menjadi wakil imam di Islamic Cultural Center (ICC), masjid yang terletak di 96th Street. Sejumlah jamaah tak setuju dengan kontak dengan Yahudi ini.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Muslim lainnya