7 Hal yang Membatalkan Itikaf, Salah Satunya Keluar Masjid Tanpa Udzur

Tim Okezone, Jurnalis
Selasa 12 April 2022 12:59 WIB
Ilustrasi hal yang membatalkan itikaf Ramadan di masjid. (Foto: Shutterstock)
Share :

4. Keluar dari Islam (riddah)

Keluar dari agama Islam dalam istilah fiqh disebut dengan riddah, pelakunya dinamakan dengan murtad. Orang bisa keluar dari Islam bila ia melakukan hal-hal yang dapat melecehkan, menentang dan mengingkari hal-hal yang menjadi pokok ajaran Islam, seperti meyakini Nabi setelah Rasulullah Muhammad, meyakini Tuhan berwujud tiga (trinitas) dan lain sebagainya.

Itikaf adalah ibadah yang membutuhkan niat, maka tidak sah dilakukan oleh orang murtad, sebab di antara syarat sah ibadah adalah Islam. Itikaf yang telah dilakukan juga menjadi batal bila di tengah-tengah itikaf, seseorang tiba-tiba murtad.

Ketentuan hukum bagi orang mabuk dan murtad berdasarkan referensi berikut ini:

ـ (وَلَوْ ارْتَدَّ الْمُعْتَكِفُ أَوْ سَكِرَ) مُعْتَدِيًا (بَطَلَ) اعْتِكَافُهُ زَمَنَ رِدَّتِهِ وَسُكْرِهِ لِعَدَمِ أَهْلِيَّتِهِ، أَمَّا غَيْرُ الْمُتَعَدِّي فَيُشْبِهُ كَمَا قَالَهُ الْأَذْرَعِيُّ أَنَّهُ كَالْمُغْمَى عَلَيْهِ

"Bila ia murtad atau mabuk secara teledor, maka batal itikafnya saat murtad dan mabuknya, sebab ia tidak ahli (ibadah). Adapun mabuk yang tidak teledor, maka cenderung sama seperti orang pingsan seperti dikatakan Imam al-Adzra’i."

ـ (وَالْمَذْهَبُ بُطْلَانُ مَا مَضَى مِنْ اعْتِكَافِهِمَا الْمُتَتَابِعِ) وَإِنْ لَمْ يَخْرُجْ لِأَنَّ ذَلِكَ أَشَدُّ مِنْ خُرُوجِهِ بِلَا عُذْرٍ وَهُوَ يَقْطَعُ التَّتَابُعَ فَلَا بُدَّ مِنْ اسْتِئْنَافِهِ

"Menurut pendapat al-Madzhab, i’tikaf yang telah dilakukan keduanya yang berkelanjutan, dinyatakan batal, meski ia tidak keluar (dari masjid), sebab kondisi demikian lebih parah dibandingkan keluar (dari masjid), padahal dapat memutus kelanjutan i’tikaf, maka harus memulai dari awal.” (Syekh Muhammad bin Ahmad al-Ramli, Nihayah al-Muhtaj, juz 3, halaman 224)

5. Bersetubuh

Ulama sepakat bahwa bersetubuh di dalam masjid adalah hal yang diharamkan, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa ta'ala:

وَلا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عاكِفُونَ فِي الْمَساجِدِ

"Janganlah menyetubuhi para wanita sementara kalian sedang menetap di masjid." (QS Al-Baqarah, 187)

Itikaf yang memiliki keterkaitan erat dengan masjid juga menjadi batal disebabkan persetubuhan yang dilakukan di dalam masjid. Meskipun, tentu peristiwa semacam ini sangat sukar dijumpai di sekitar kita.

Syekh Jalaluddin al-Mahalli mengatakan:

ـ (وَيَبْطُلُ بِالْجِمَاعِ) إذَا كَانَ ذَاكِرًا لَهُ عَالِمًا بِتَحْرِيمِ الْجِمَاعِ فِيهِ سَوَاءٌ جَامَعَ فِي الْمَسْجِدِ أَمْ عِنْدَ الْخُرُوجِ مِنْهُ لِقَضَاءِ الْحَاجَةِ لِانْسِحَابِ حُكْمِ الِاعْتِكَافِ عَلَيْهِ حِينَئِذٍ.

"I’tikaf batal dengan bersetubuh bila pelakunya ingat dan mengetahui keharaman bersetubuh di dalam masjid, baik ia bersetubuh di masjid atau saat hendak keluar darinya untuk memenuhi kebutuhan, sebab berlangsungnya hukum i’tikaf dalam kondisi demikian.” (Syekh Jalaluddin al-Mahalli, Kanz al-Raghibin, juz 2, halaman 98)

6. Bersentuhan kulit dengan syahwat

Menurut pendapat yang kuat, bersentuhan kulit dengan syahwat dapat membatalkan itikaf bila disertai dengan keluarnya sperma. Ketentuan hukum ini berdasarkan analogi (qiyas) kepada persoalan puasa.

Syekh Jalaluddin al-Mahalli mengatakan:

ـ (وَأَظْهَرُ الْأَقْوَالِ أَنَّ الْمُبَاشَرَةَ بِشَهْوَةٍ) فِيمَا دُونَ الْفَرْجِ (كَلَمْسٍ وَقُبْلَةٍ تُبْطِلُهُ إنْ أَنْزَلَ وَإِلَّا فَلَا) كَالصَّوْمِ وَالثَّانِي تُبْطِلُهُ مُطْلَقًا لِحُرْمَتِهَا وَالثَّالِثُ لَا تُبْطِلُهُ مُطْلَقًا

"Di antara pendapat-pendapat, yang paling jelas (kuat) adalah bahwa bersentuhan kulit dengan syahwat di bagian selain vagina, seperti memegang dan mencium, dapat membatalkan itikaf bila keluar sperma, jika tidak demikian, maka tidak membatalkan, seperti persoalan puasa. Menurut pendapat kedua, tidak membatalkan secara mutlak. Menurut pendapat ketiga, tidak membatalkan secara mutlak." (Syekh Jalaluddin al-Mahalli, Kanz al-Raghibin, juz 2, halaman 98)

7. Keluar dari masjid tanpa udzur

Keluar dari masjid termasuk membatalkan itikaf bila dilakukan tanpa ada udzur yang mendesak. Bila ada kebutuhan, semisal berwudhu, buang hajat, makan atau minum yang tidak mungkin dilakukan di masjid dan lain-lain, maka tidak dapat membatalkan itikaf.

Syekh Muhammad bin Ahmad al-Syathiri menjelaskan:

وَالْخُرُوْجُ مِنَ الْمَسْجِدِ بِلَا عُذْرٍ وَكَذَا لِإِقَامَةِ حَدٍّ ثَبَتَ بِإِقْرَارِهِ أَمَّا الْخُرُوْجُ لِعُذْرٍ كَالْأَكْلِ وَالشُّرْبِ الَّذِيْ لَا يُمْكِنُ فِي الْمَسْجِدِ وَقَضَاءِ الْحَاجَةِ وَالْحَدَثِ الْأَكْبَرِ فَلَا يَضُرُّ

"Dan (di antara yang membatalkan i’tikaf) adalah keluar dari masjid tanpa udzur, demikian pula karena menegakan hukuman yang ditetapkan berdasarkan pengakuannya. Adapun keluar karena udzur, seperti makan dan minum yang tidak mungkin dilakukan di masjid, memenuhi hajat dan (menghilangkan) hadats besar, maka tidak bermasalah." (Syekh Muhammad bin Ahmad bin Umar al-Syathiri, Syarh al-Yaqut al-Nafis, halaman 313)

Wallahu a'lam bishawab.

(Hantoro)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Muslim lainnya