Sebagaimana diterangkan dalam kitab Shahihain, dari ‘Abdullah bin ‘Amr, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata:
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا ، يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ ، حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا ، اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالاً فَسُئِلُوا ، فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ ، فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
"Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu begitu saja, dicabut dari para hamba. Ketahuilah ilmu itu mudah dicabut dengan diwafatkannya para ulama sampai tidak tersisa seorang alim pun. Akhirnya, manusia menjadikan orang-orang bodoh sebagai tempat rujukan. Jadinya, ketika ditanya, ia pun berfatwa tanpa ilmu. Ia sesat dan orang-orang pun ikut tersesat."
(HR Bukhari nomor 100 dan Muslim: 2673. Jami’ Al ‘Ulum wa Al-Hikam, karya Ibnu Rajab Al-Hambali, 2: 298)
Sungguh jasa guru dan ulama begitu besar. Bayangkan jika tidak ada guru atau ulama yang membimbing umat manusia dalam beribadah dan kehidupan sehari-hari, tentu bisa menjadi sesat.
Wallahu a'lam bisshawab.
(Hantoro)