Pendapat yang kedua mengenai tafsir Surat An-Naml Ayat 88 yakni pendapat ulama ahli falak, menyatakan bahwa ayat ini bukan berhubungan dengan peristiwa hari kiamat, tetapi dengan fenomena alam di dunia.
Ayat ini mengatakan, "Dan engkau akan melihat gunung-gunung, yang engkau kira tetap di tempatnya, padahal ia berjalan (seperti) awan berjalan."
Itu dijadikan dalil bahwa bumi berputar seperti planet-planet lain pada garis edar yang telah ditentukan, namun manusia sebagai penghuni bumi tidak merasakannya.
Alasan ulama falak bahwa Surat An-Naml Ayat 88 ini berhubungan dengan peristiwa sekarang dan bukan dengan peristiwa hari kiamat adalah:
1. Ayat ini tidak dapat dimasukkan dalam kategori ancaman atau menakut-nakuti dengan kedahsyatan hari Kiamat karena di belakangnya di sambung dengan kata-kata: (Itulah) ciptaan Allah yang mencipta dengan sempurna segala sesuatu. Oleh karena itu, ayat ini lebih tepat bila dihubungkan dengan masa sekarang, di mana manusia sebagai penghuni bumi menyangka bahwa bumi ini diam, demikian pula gunung-gunung yang berada di atas permukaannya. Padahal, bumi bersama gunung-gunung itu berjalan atau beredar sebagai jalannya awan.
2. Gunung-gunung itu diterbangkan untuk dihancurkan pada hari Kiamat, dan terjadi bersamaan dengan kehancuran alam semesta, termasuk kematian seluruh manusia. Hanya beberapa malaikat saja yang tetap hidup. Jika pada hari setelah tiupan sangkakala yang pertama tidak ada lagi manusia yang hidup, bagaimana dapat dikatakan bahwa nanti mereka akan melihat gunung-gunung yang disangka diam, padahal ia berjalan seperti jalannya awan.
3. Orang-orang di Padang Mahsyar yang menyaksikan gunung-gunung berjalan seperti jalannya awan, tentu sadar dan melihat dengan mata kepala sendiri sehingga tidak pantas dikatakan bahwa mereka menyangka gunung-gunung itu diam saja di tempatnya. Berlainan sekali jika dihubungkan dengan masa sekarang, karena memang manusia tidak dapat merasakan bahwa gunung-gunung itu bergerak dan berjalan di angkasa sebagaimana jalannya awan, karena gunung-gunung itu ikut bergerak bersama bumi, dan udara yang ada di sekitarnya. Dengan pengertian yang demikian, maka barulah cocok dengan kata-kata: (Itulah) ciptaan Allah yang mencipta dengan sempurna segala sesuatu. Kata-kata yang indah ini tidak patut dikemukakan pada konteks hari Kiamat yang penuh dengan ancaman dan ketakutan terhadap kehancuran seluruh alam semesta.
Demikianlah kedua pendapat tentang tafsir ayat 88 ini. Sebagian besar mufasir menerangkan bahwa ayat itu berhubungan dengan peristiwa hari Kiamat. Sebagian lagi yang terdiri dari ulama falak menerangkan bahwa ayat itu berhubungan dengan peristiwa sekarang, dan dijadikan dalil bahwa semua yang ada di atas bumi termasuk gunung-gunung bergerak, berjalan di angkasa sebagaimana berjalannya awan.
Perbedaan penafsiran itu tidak mengenai pada tataran arti, namun hanya menyangkut waktu terjadinya. Karena kejadian ini termasuk dalam alam gaib, maka lebih baik perhatian manusia dititikberatkan kepada perbaikan amalnya. Oleh karena itu, pada akhir ayat itu dinyatakan bahwa sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang dikerjakan manusia.