SUNNAH menikah pada bulan Syawal, keutamaannya luar biasa besar. Bagi Muslim yang sudah dimudahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk segera menikah, maka pada bulan Syawal inilah yang tepat untuk mewujudkannya.
Adapun dalil sunnah menikah pada bulan Syawal yakni:
Aisyah Radhiyallahu ‘anha istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menceritakan:
تَزَوَّجَنِي رَسُولُ اللهِ فِي شَوَّالٍ، وَبَنَى بِي فِي شَوَّالٍ، فَأَيُّ نِسَاءِ رَسُولِ اللهِ كَانَ أَحْظَى عِنْدَهُ مِنِّي؟، قَالَ: ((وَكَانَتْ عَائِشَةُ تَسْتَحِبُّ أَنْ تُدْخِلَ نِسَاءَهَا فِي شَوَّالٍ))
"Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menikahiku di bulan Syawal, dan membangun rumah tangga denganku pada bulan Syawal pula. Maka istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam yang manakah yang lebih beruntung di sisinya dariku?" (Perawi) berkata, "Aisyah Radiyallahu ‘anha dahulu suka menikahkan para wanita di bulan Syawal." (HR Muslim)
Ustadz dr Raehanul Bahraen menjelaskan, alasan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassallam menikahi ‘Aisyah pada bulan Syawal adalah untuk menepis anggapan bahwa menikah di bulan Syawal merupakan kesialan dan tidak membawa berkah.
Ini adalah keyakinan dan akidah kaum Arab jahiliyah. Hal tersebut tidaklah benar, sebab yang menentukan beruntung atau rugi hanya Allah Subhanahu wa ta'ala.
"Bulan Syawal dianggap bulan sial menikah karena anggapan di bulan Syawal unta betina yang mengangkat ekornya (syaalat bidzanabiha). Ini adalah tanda unta betina tidak mau dan enggan untuk menikah, sebagai tanda juga menolak unta jantan yang mendekat. Maka para wanita juga menolak untuk dinikahi dan para walipun enggan menikahkan putri mereka. Ini ada anggapan yang salah," jelas Ustadz dr Raehanul Bahraen dalam laman Muslimah.or.id.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, "Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam menikahi ‘Aisyah untuk membantah keyakinan yang salah sebagian masyarakat yaitu tidak suka menikah di antara dua ‘Ied (bulan Syawal termasuk di antara ‘Ied Fitri dan ‘Idul Adha), mereka khawatir akan terjadi perceraian. Keyakinan ini tidaklah benar." (Al Bidayah wan Nihayah, 3/253)
Imam An-Nawawi rahimahullah juga menjelaskan, "Di dalam hadis ini terdapat anjuran untuk menikahkan, menikah, dan membangun rumah tangga pada bulan Syawal. Para ulama kami (ulama syafi’iyyah) telah menegaskan anjuran tersebut dan berdalil dengan hadis ini. Dan Aisyah Radhiyallahu ‘anha ketika menceritakan hal ini bermaksud membantah apa yang diyakini masyarakat jahiliyyah dahulu dan anggapan takhayul sebagian orang awam pada masa kini yang menyatakan kemakruhan menikah, menikahkan, dan membangun rumah tangga di bulan Syawal. Dan ini adalah batil, tidak ada dasarnya. Ini termasuk peninggalan jahiliyyah yang ber-tathayyur (menganggap sial) hal itu, dikarenakan penamaan Syawal dari kata al-isyalah dan ar-raf’u (menghilangkan/mengangkat)." (yang bermakna ketidakberuntungan menurut mereka)." (Syarh Shahih Muslim 9/209)
Membantah Anggapan Sial
Anggapan “merasa sial” atau “thiyarah” adalah keyakinan yang kurang baik bahkan bisa mengantarkan pada kesyirikan. Begitu juga praktok masyarakat yang kurang tepat yaitu yakin adanya hari sial, bulan sial, bahkan keadaan-keadaan yang dianggap sial. Misalnya kejatuhan cicak, suara burung hantu malam hari, dan lain-lainnya.
Keyakinan seperti ini bertentangan dengan ajaran agama Islam, sebab untung dan rugi adalah takdir Allah Subhanahu wa ta'ala dengan hikmah.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam menjelaskan bahwa anggapan sial pada sesuatu itu termasuk kesyirikan. Beliau bersabda:
الطِّيَرَةُ شِرْكٌ، وَمَا مِنَّا إِلَّا، وَلَكِنَّ اللهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ
"Thiyarah (anggapan sial terhadap sesuatu) adalah kesyirikan. Dan tidak ada seorang pun di antara kita melainkan (pernah melakukannya), hanya saja Allah akan menghilangkannya dengan sikap tawakkal." (HR Ahmad, dishahihkan oleh Syekh Al Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah nomor 429)
Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam juga bersabda:
لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ، وَيُعْجِبُنِي الْفَأْلُ الصَّالِحُ: الْكَلِمَةُ الْحَسَنَةُ
"Tidak ada (sesuatu) yang menular (dengan sendirinya) dan tidak ada 'thiyarah' sesuatu yang sial (yaitu secara dzatnya), dan aku kagum dengan al-fa’lu ash-shalih, yaitu kalimat (harapan) yang baik." (HR Al Bukhari dan Muslim)
Wallahu a'lam bishawab.
(Hantoro)