Dia melanjutkan, kendati merujuk pada hiijrahnya Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam, penanggalan kalender Islam baru resmi digunakan saat sistem pemerintahan Islam dipimpin Khalifah Umar bin Khattab atau 17 tahun setelah Hijrah (7 tahun setelah Rasulullah wafat).
Kebutuhan akan adanya sistem penanggalan ini berangkat dari persoalan administratif surat-menyurat. Ketika ditunjuk sebagai gubernur, Abu Musa Al-Asy'ari kebingungan karena surat yang dikirim Umar kepadanya tertulis tanpa tanggal yang rinci dan detail. Ia mendapati surat pada bulan Sya'ban, namun dirinya bingung Sya'ban tahun berapa.
Tentu hal tersebut menjadi persoalan serius jika diarsipkan ke dalam administrasi kenegaraan. Ditambah lagi, banyak wilayah kekuasaan Islam yang memiliki penanggalannya sendiri, sehingga pengarsipan menjadi makin rumit.
Akhirnya, Umar mengumpulkan para sahabat untuk membahas soal penanggalan. Kemudian prosesi hijrah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam dari Kota Makkah ke Madinah akhirnya sepakat dipilih dari sekian usulan alternatif acuan tahun Islam, karena saat itulah titik awal membangun masyarakat Islami. Disepakati pula oleh para sahabat untuk nama bulan yang pertama adalah Muharram.
"Setelah 17 tahun Nabi Shallallahu alaihi wassallam hijrah, umat Islam baru membuat penanggalan kalender Hijriah, yaitu perhitungannya dari Muharam. Kalau direnungkan, pasti ada hikmah di baliknya," jelas Kepala Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.