GUS Baha mengungkapkan ada dua jenis cahaya yang mendatangi kalbu. Itu tertulis dalam kitab Al Hikam Al 'Athaiyyah makalah ke-204 karya Syekh Ibnu Athaillah As-Sakandari.
Gus Baha memaparkan, cahaya pertama yaitu yang datang hanya sampai kalbu bagian luarnya saja. Kedua, cahaya yang datang sampai masuk ke inti kalbu atau hingga dalam lubuk hati.
Dai pemilik nama lengkap KH Ahmad Bahauddin Nursalim ini menjelaskan bahwa kebenaran ilmiah yang hinggap ke dalam kalbu itu ada dua. Jika cahaya tersebut sampai sisi luar kalbu, maka umat manusia akan memerhatikan Tuhan sekaligus diri sendiri, memperhatikan dunia sekaligus akhirat.
"Maka orang yang mendapat cahaya hanya sampai luarnya saja mendapati kalbunya kadang bersama dirinya, kadang bersama Allah. Dalam berbuat pun demikian, kadang demi dirinya sendiri, kadang demi Allah Subhanahu wa Ta'ala," kata Gus Baha dalam kanal YouTube Santri Gayeng.
"Begitu juga terkadang melakukan sesuatu itu demi dunia dan terkadang demi akhirat. Prang macam ini memiliki watak yang tidak stabil," imbuhnya.
Menurut murid KH Muaimoen Zubair (Mbah Moen) ini, jika ilmu tauhid hanya di luar kalbu, maka umat manusia memperhitungkan Allah Subhanahu wa Ta'ala sekaligus diri sendiri. Memperhitungkan dunia sekaligus akhirat juga.
"Jadi kadang memikirkan dirinya sendiri dan kadang memikirkan agama," ucap Gus Baha.
Sedangkan jika cahaya sudah masuk ke relung kalbu, maka yang ada hanyalah mencintai Allah Subhanahu wa Ta'ala dan tidak akan melirik siapa pun.
Hal yang ideal dan benar tentulah cahaya yang benar-benar masuk ke dalam lubuk kalbu hingga relungnya.
Kalbu yang tidak ada di sana apa atau siapa pun kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala. Orang ini tidak mencintai siapa pun kecuali Allah Ta'ala, dan tidak menyembah selain Dia.
Gus Baha mencontohkan, orang yang level cahayanya baru sampai luar saja (dzahir) akan berucap, "Aku sedekahkan ke Rukhin karena Allah. Uangku yang kuberikan juga karena Allah Subhanahu wa Ta'ala. Berarti masih ada 'aku' di sana dan 'uangku' menandakan masih ada rasa memiliki."
"Demikian juga dengan kalimat 'sholatku, puasaku'. Hal itu masih dibenarkan, karena bagaimana pun itu masih cahaya Illahi."
Namun jika cahaya itu sudah merasuk ke dalam kalbu, ia akan berucap, "Ini uang milik Allah dan kuberikan ke Rukhin karena perintah Allah. Sholatku pun itu karena hidayah dari Allah, dan sholat ini pun dilakukan demi Allah."
Wallahu a'lam bisshawab.
(Hantoro)