Apakah Boleh Niat Ihram di Bandara Jeddah?

Hantoro, Jurnalis
Selasa 23 Januari 2024 16:32 WIB
Ilustrasi hukum niat ihram di Bandara Jeddah bagi jamaah haji dan umrah. (Foto: MCH/Okezone)
Share :

APAKAH boleh niat ihram di Bandara Jeddah? Lembaga Hukum Islam (Al-Majma' Al-Fiqhi Al-Islamiyah) di Makkah Al-Mukarramah mendiskusikan tema: "Hukum Ihram di Jeddah".

Dikutip dari Almanhaj.or.id, diskusi digelar karena masih banyak tidak tahunya orang yang datang ke Makkah untuk haji dan umrah melalui udara serta laut tentang arah tempat-tempat miqat yang telah ditentukan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan ihram dari tempat-tempat tersebut kepada penduduknya dan orang-orang yang melewatinya serta selain penduduk yang ingin haji dan umrah.

Setelah saling mempelajari serta memaparkan dalil-dalil syari tentang hal tersebut, maka majelis menetapkan sebagai berikut: 

1. Tempat-tempat miqat 

Sesungguhnya tempat-tempat miqat yang ditentukan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan beliau mewajibkan ihram darinya kepada penduduknya dan orang-orang yang melewatinya dari selain penduduknya yang ingin haji dan umrah adalah:

- Dzulhulaifah untuk penduduk Madinah dan orang-orang yang melewatinya dari selain penduduk Madinah, dan tempat itu sekarang dinamakan Abyar Ali (untuk jamaah haji Indonesia lebih populer dengan nama Bir Ali).

- Juhfah bagi penduduk Syam (Yordania, Suriah, Palestina, Lebanon) dan Mesir, dan orang-orang yang melewatinya dari selain penduduk beberapa negara tersebut, dan sekarang tempat itu dinamakan Rabigh.

- Qarnul Manazil bagi penduduk Najd dan orang-orang yang melewatinya dari selain penduduk Najd, dan tempat itu sekarang dinamakan Wadi Muhrim, dan juga dinamakan Al-Sayl.

- Dzatu 'Irq bagi penduduk Irak dan Iran serta orang-orang yang melewati dua negara tersebut, dan tempat itu sekarang dinamakan Al-Dharibah.

- Yalamlam bagi penduduk Yaman dan orang-orang yang melewatinya dari selain penduduk Yaman dan orang-orang yang melewatinya dari selain penduduk Yaman.

Mereka menerapkan wajibnya ihram kepada orang-orang yang niat haji dan umrah jika berada pada lokasi yang searah tempat terdekat dari lima miqat tersebut, baik melalui udara maupun lewat laut.

Jika mereka mengalami kebingungan terhadap hal tersebut dan tidak mendapatkan orang yang mebimbing mereka pada tempat yang searah dengan lima miqat tersebut, maka mereka harus bersikap hati-hati dengan ihram sebelum tempat-tempat miqat tersebut.

Sebab, ihram sebelum miqat dibolehkan, namun termasuk makruh, tapi sah hukumnya. Dengan kehati-hatian serta pencermatan karena takut melewati miqat tanpa ihram, maka hilanglah kemakruhan. Sebab, tiada hukum makruh dalam melakasanakan kewajiban.

Semua ulama dari empat madzhab menyebutkan apa yang telah disebutkan ini. Untuk itu mereka berpedoman dengan hadits-hadits shahih dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam menentukan beberapa miqat kepada orang-orang yang haji dan umrah. 

Mereka juga berpedoman pada riwayat shahih dari Amiril Mu'minin Umar bin Khaththab radhiallahu 'anhu ketika penduduk Iraq berkata kepadanya: "Sesungghnya Qarnul Manazil sangat merepotkan jalan kami." Maka beliau berkata kepada mereka: "Perhatikanlah arahnya dari jalanmu." 

Sebagaimana ulama empat mazhab juga mengatakan: "Sebab sesungguhnya Allah mewajibkan kepada hamba-hamba-Nya untuk bertakwa kepada-Nya menurut kadar kemampuan. Itulah yang mampu dilakukan oleh orang-orang yang tidak melewati miqat-miqat yang telah ditentukan."

Jika hal ini diketahui, maka bagi orang-orang yang haji dan umrah lewat jalan udara dan laut serta yang lainnya tidak boleh mengakhirkan ihram sampai mereka tiba di Jeddah. Sebab, Jeddah tidak termasuk miqat yang dijelaskan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. 

Demikian pula orang-orang yang tidak membawa pakaian ihram, maka mereka juga tidak boleh mengakhirkan ihram sampai Jeddah. Bahkan yang wajib atas mereka adalah ihram dengan celana jika mereka tidak mempunyai kain. Sebab, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ لَمْ يَجِدْ النَّعْلَيْنِ فَلْيَلْبَسْ الْخُفَّيْنِ وَمَنْ لَمْ يَجِدْ إِزَارًا فَلْيَلْبَسْ سَرَاوِيلَ

"Barang siapa yang tidak mendapatkan sandal maka hendaklah dia memakai khuf. Dan siapa yang tidak mendapatkan kain maka hendaklah dia memakai celana (panjang)." (Hadits Riwayat Ahmad, Muslim, dan lainnya)

Orang yang sedang berihram wajib membuka kepala. Sebab ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya tentang apa yang dipakai orang yang ihram beliau berkata:

لَا يَلْبَسْ الْقَمِيصَ وَلَا الْعَمَائِمَ وَلَا السَّرَاوِيلَاتِ وَلَا الْبَرَانِسَ وَلاَ الْخِفَافَ إِلأَ لِمَنْ لَمْ يَجِدِ النَّعْلَيْنِ

"Janganlah dia memakai qamis, surban, celana, tutup kepala, dan khuf kecuali orang yang tidak mendapatkan sandal." (Muttafaqun 'alaih)

Karena itu di kepala orang yang sedang ihram tidak boleh ada surban, peci, atau penutup kepala yang lain. Jika dia mempunyai surban yang panjang yang memungkinkan dijadikan kain, maka hendaklah surbannya dijadikan kain, dan dia tidak boleh memakai celana dan harus menggantinya dengan kain jika dia mampu untuk hal itu.

Tapi jika dia tidak mempunyai celana dan juga tidak mempunyai surban yang dapat dijadikan kain ketika dia sampai tempat yang searah miqat ketika di kapal terbang atau kapal laut, maka dia ihram dengan qamis yang dimilikinya dan harus membuka kepala.

Jika sampai di Jeddah dia membeli kain dan melepas qamis. Karena ia memakai qamis ketika sudah sampai tempat yang searah dengan miqat, maka dia wajib membayar kifarat, yaitu memberi makan enam orang miskin, masing-masing satu setengah sha dari makanan pokok seperti kurma, beras, atau yang lain, atau berpuasa tiga hari, atau memotong kambing.

Dia dapat memilih dari salah satu dari tiga kafarat tersebut dijelaskan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Ka'b bin 'Ajrah ketika minta izin kepada Nabi untuk mencukur rambut ketika dia ihram karena sakit yang menimpanya.

2. Berkoordinasi dengan perusahaan penerbangan dan kapal laut

Majelis merekomendasikan kepada Ketua Umum Rabithah ‘Alam Al-Islami untuk mengrim surat kepada perusahaan penerbangan dan kapal laut agar mengingatkan para penumpang sebelum dekat miqat bahwa mereka akan melewati miqat dalam tempat yang memungkinkan mempersiapkan ihram.

(Disalin dari Buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustakan Imam Asy-Syafi'i halaman 80–83. Penerjemah H Asmuni Solihan Zamakhsyari Lc)

Demikian jawaban dari pertanyaan: Apakah Boleh Niat Ihram di Bandara Jeddah? Wallahu a'lam bisshawab

(Hantoro)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Muslim lainnya