MARI melihat Masjid Bibi-Khanym yang bersejarah di Kota Samarkand, Uzbekistan. Ini merupakan negara lawan Timnas Indonesia U-23 di semifinal Piala Asia 2024.
Ketika banyak negara Timur menghancurkan monumen kuno yang berharga, salah satu kota Islam di Asia Tengah justru fokus mengembalikan dan melestarikan kotanya. Samarkand merupakan kota terbesar ketiga di Uzbekistan dan menjadi salah satu kota tertua di Asia Tengah.
Dilansir laman Amusing Planet, Kota Samarkand ditemukan pada Abad 8 atau 9 sebelum masehi (SM). Samarkand memiliki sejarah panjang dan penuh gejolak, terutama pada abad 4 SM ketika Alexander Agung memimpin.
Kota tersebut pernah beberapa kali pindah kekuasaan, dan diperintah oleh Persia, Yunani, Turki, Mongol, China, hingga Rusia.
Namun ketika jatuh ke tangan Dinasti Timurid yang dipimpin oleh Timur Lenk, Kota Samarkand kembali dibangun dan dijadikan sebagai ibu kota. Timur Lenk bahkan memanggil para perajin terbaik untuk membangun kembali kota tersebut.
Meskipun terkenal kejam terhadap musuh-musuhnya, komitmen Timur Lenk terhadap karya seni membuatnya mengampuni beberapa orang yang dikenal memiliki kemampuan di bidang artistik seperti arsitektur.
Timur Lenk bahkan terlibat langsung dalam proyek konstruksi kota tersebut. Dia diketahui sering meminta agar pembangunannya diulang jika tidak puas dengan hasilnya.
Ini yang menjadi salah satu penyebab Kota Samarkand maju dalam bidang seni arsitektur.
Pada masa itu, Samarkand sudah memiliki monumen-monumen arsitektur yang megah, salah satunya Masjid Bibi-Khanym. Rekonstruksi besar-besaran terjadi selama 35 tahun, hingga wafatnya Timur Lenk pada 1405 CE.
Masjid berukuran raksasa tersebut berbentuk segi empat dengan ukuran 109 x 167 meter persegi dan bagian minaret menempel pada portal (pintu gerbang utama) yang sangat besar. Ketinggian minaretnya mencapai 19 meter, sedang pintu gerbangnya setinggi 35 meter.
Pada 1897, ketika gempa bumi besar melanda wilayah Uzbekistan, sebagian dari bangunan masjid ini runtuh. Pada 1974, Pemerintah Uzbekistan melakukan rekonstruksi terhadap bangunan masjid itu.
Dengan dilakukannya rekonstruksi tersebut, praktis bangunan Masjid Bibi-Khanym yang berdiri saat ini sebagian besar merupakan bangunan baru yang tidak sama dengan masjid yang dibangun 600 tahun lalu. Kendati demikian, ciri khas dari arsitektur Timurid tetap dipertahankan.
Wallahu a'lam bisshawab.
(Hantoro)