Surat An-Nahl Ayat 119 Arab, Latin, Terjemahan, dan Tafsir

Erha Aprili Ramadhoni, Jurnalis
Senin 09 Desember 2024 07:14 WIB
Surat An-Nahl ayat 119 Arab, latin, terjemahan, hingga tafsir. (Ilustrasi/Freepik)
Share :

JAKARTA - Allah SWT mahapengampun. Allah SWT membuka lebar pintu ampunan bagi umat-Nya yang ingin bertaubat.

Sebagai makhluk ciptaan Allah SWT, manusia tak luput dari dosa, baik yang disengaja atau tidak. Selain itu, tak sedikit juga manusia yang melanggar aturan-aturan Allah SWT.

Terkait hal ini, Allah SWT berfirman dalam Surat An-Nahl ayat 119.

ثُمَّ اِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِيْنَ عَمِلُوا السُّوْۤءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ تَابُوْا مِنْۢ بَعْدِ ذٰلِكَ وَاَصْلَحُوْٓا اِنَّ رَبَّكَ مِنْۢ بَعْدِهَا لَغَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

tsumma inna rabbaka lilladzîna ‘amilus-sû'a bijahâlatin tsumma tâbû mim ba‘di dzâlika wa ashlaḫû inna rabbaka mim ba‘dihâ laghafûrur raḫîm

Artinya, "Kemudian, sesungguhnya Tuhanmu (mengampuni) orang-orang yang melakukan keburukan karena kebodohan (tidak menyadari akibatnya), lalu bertobat dan memperbaiki (dirinya). Sesungguhnya Tuhanmu setelah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Melansir laman NU, Senin (9/12/2024), Syekh Fakhruddin Ar-Razi dalam kitabnya Mafatihul Ghaib Jilid XX (Beirut: Darul Ihya at-Turats, 1999: 283) menafsirkan dalam ayat tersebut, Allah SWT menjelaskan berbuat dosa dan melanggar syariat bukanlah penghalang bagi para pendosa untuk bertobat, mendapatkan ampunan, dan merasakan rahmat-Nya.

Selanjutnya, lafazz (السُّوءِ) yang berarti kejelekan dalam ayat tersebut ditafsirkan sebagai segala hal yang berkaitan dengan kekufuran dan maksiat.

ثُمَّ إِنَّا بَعْدَ ذَلِكَ نَقُولُ: إِنَّ رَبَّكَ فِي حَقِّ الَّذِينَ عَمِلُوا السُّوءَ بِسَبَبِ الْجَهَالَةِ، ثُمَّ تَابُوا مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ، أَيْ مِنْ بَعْدِ تِلْكَ السَّيِّئَةِ، وَقِيلَ: مِنْ بَعْدِ تِلْكَ الْجَهَالَةِ، ثُمَّ إِنَّهُمْ بَعْدَ التَّوْبَةِ عَنْ تِلْكَ السَّيِّئَاتِ أَصْلَحُوا، أَيْ آمَنُوا وَأَطَاعُوا اللَّهَ

Artinya, “Kemudian setelah itu, kami mengatakan (berpendapat), sesungguhnya keberpihakan tuhan itu juga berlaku bagi orang-orang yang berbuat keburukan karena ketidaktahuan (kebodohan) mereka, dengan catatan ia bertobat setelah itu. Yakni, setelah berbuat kejelekan. Sebagian berpendapat, setelah mereka terbebas dari kebodohannya. Selanjutnya, setelah bertaubat dari kejelekan itu mereka memperbaiki diri.”

Setelah itu, dalam ayat tersebut Allah menegaskan keseriusannya dalam firmannya itu dengan mengulangi kalimat (إِنَّ رَبَّكَ) yang berarti “Sungguh, tuhanmu itu” baru setelahnya ia berfirman, “benar-benar maha pengampun lagi maha penyayang.” (hlm. 283).

Selanjutnya, Imam Ibnu Katsir dalam kitab Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim Jilid IV (Beirut, Darul Kutub al-‘Ilmiyah, 1998: 524) menjelaskan, dalam QS An-Nahl: 119, Allah SWT memberikan kabar gembira tentang ampunan-Nya sebagai bentuk kemurahan dan penghormatan terhadap para pendosa di kalangan orang-orang beriman. Siapa saja yang bertobat dengan tulus, tobatnya akan diterima oleh Allah.

فَقَالَ ثُمَّ إِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِينَ عَمِلُوا السُّوءَ بِجَهالَةٍ قَالَ بَعْضُ السَّلَفِ: كُلُّ مَنْ عَصَى اللَّهَ فَهُوَ جَاهِلٌ ثُمَّ تابُوا مِنْ بَعْدِ ذلِكَ وَأَصْلَحُوا أَيْ أَقْلَعُوا عَمَّا كَانُوا فِيهِ مِنَ الْمَعَاصِي وَأَقْبَلُوا عَلَى فِعْلِ الطَّاعَاتِ إِنَّ رَبَّكَ مِنْ بَعْدِها أَيْ تلك الفعلة والزلة لَغَفُورٌ رَحِيمٌ

Artinya, Firman Allah SWT: “Kemudian, sesungguhnya Tuhanmu bagi orang-orang yang telah berbuat keburukan karena ketidaktahuan (tidak menyadari akibat dari perbuatannya)...” Sebagian ulama salaf mengatakan bahwa setiap orang yang bermaksiat kepada Allah dianggap sebagai orang yang jahil (tidak mengetahui konsekuensi dari perbuatannya).

“Kemudian mereka bertobat dan memperbaiki diri...” Maksudnya adalah setelah itu, mereka meninggalkan segala bentuk kemaksiatan dan berfokus untuk melaksanakan ketaatan. “Sesungguhnya Tuhanmu, setelah itu, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Artinya, setelah mereka bertobat dan memperbaiki diri, Tuhan mereka adalah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. (hlm. 524)

Syekh Abu Muhammad al-Baghawi dalam kitabnya Ma’alimut Tanzil fi Tafsiril Qur’an Jilid III (Beirut, Darul Ihya’ at-Turats, 1999: 101) menjelaskan bahwa dalam ayat tersebut, Allah SWT menegaskan bahwa Dia akan mengampuni siapa saja yang berbuat dosa atau maksiat, asalkan mereka kemudian bertobat dengan tulus dan berkomitmen untuk memperbaiki diri. Ia berkata:

ثُمَّ إِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِينَ عَمِلُوا السُّوءَ بِجَهالَةٍ ثُمَّ تابُوا مِنْ بَعْدِ ذلِكَ وَأَصْلَحُوا يعني: بالإصلاح الِاسْتِقَامَةُ عَلَى التَّوْبَةِ، إِنَّ رَبَّكَ مِنْ بَعْدِها، أَيْ: مِنْ بَعْدِ الْجَهَالَةِ، لَغَفُورٌ رَحِيمٌ

Artinya, “Kemudian, sesungguhnya Tuhanmu (mengampuni) orang-orang yang melakukan keburukan karena kebodohan (tidak menyadari akibatnya), lalu bertobat dan memperbaiki (dirinya).” Yakni, dengan senantiasa memperbaiki diri dan konsisten dalam bertobat. “Sesungguhnya tuhanmu setelah itu.” Yaitu, setelah berlalunya ketidaktahuan tersebut. “Benar-benar maha pengampun lagi maha penyayang.”

Wallahu a’lam.

(Erha Aprili Ramadhoni)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Muslim lainnya