Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Abdul Abu Hazim dari Ayahnya bahwa dia mendengar Sahl berkata; seorang wanita datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata; "Saya datang kepada anda untuk menyerahkan diriku kepada anda, " Beliau lalu berdiri lama dan menelitinya dengan seksama, ketika beliau berdiri lama seorang laki-laki berkata; 'Wahai Rasulullah, jika anda tidak berkenan dengannya, maka nikahkanlah aku dengannya.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepada laki-laki tersebut: 'Apakah kamu mempunyai sesuatu yang dapat dijadikan mahar untuknya? ' Laki-laki itu menjawab; 'Tidak.' Beliau bersabda: 'Carilah terlebih dahulu.' Lalu laki-laki itu pergi, sesaat kemudian dia kembali dan berkata; 'Demi Allah, aku tidak mendapatkan sesuatupun.' Beliau bersabda: 'Pergi dan carilah lagi walaupun hanya dengan cincin dari besi.' Kemudian laki-laki itu pergi, tidak berapa lama dia kembali sambil berkata; 'Aku tidak mendapatkan apa-apa walau cincin dari besi.' -Saat itu laki-laki tersebut tengah mengenakan kain sarung, lantas dia berkata; 'Aku akan menjadikan kain sarung ini sebagai mahar.' Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Jika kamu memakaikan kain sarung itu padanya, maka kamu tidak memakai apa-apa, sementara jika kamu yang memakai sarung tersebut, dia tidak memakai apa-apa.' Laki-laki itu duduk termenung, ternyata Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melihatnya berpaling, lalu beliau memerintahkan seseorang untuk memanggilnya, maka dipanggilah laki-laki tersebut, beliau bertanya: 'Apakah kamu mempunyai hafalan dari Al Qur'an? ' Laki-laki itu menjawab; 'Ya, saya telah hafal surat ini dan ini.' Lalu beliau bersabda: 'Maka aku nikahkan kamu dengan wanita itu, dengan mahar apa yang telah engkau hafal dari surat Al Qur'an,”(H.R Bukhari )
Hadis ini menunjukkan, Rasulullah SAW memberikan kelonggaran dalam menentukan mahar, bahkan jika hanya berupa benda sederhana seperti cincin dari besi. Oleh karena itu, cincin lamaran dapat dijadikan mahar selama memenuhi syarat harta yang bernilai.
Kesepakatan dan Kerelaan Kedua Belah Pihak
Dalam Islam, mahar harus diberikan dengan penuh kerelaan dan persetujuan dari pihak perempuan. Apabila pihak perempuan menerima cincin lamaran sebagai mahar, maka hal tersebut sah menurut syariat.
Melansir laman NU Online, Selasa (21/1/2025), Sayyid Abu Bakar Muhammad Syatha Ad-Dimyathi menjelaskan:
وَكُلُّ مَا صَحَّ جَعْلُهُ ثَمَنًا صَحَّ جَعْلُهُ صَدَاقًا وَالَّذِي يَصِحُّ جَعْلُهُ ثَمَنًا هُوَ الَّذِي وُجِدَتْ فِيْهِ الشُّرُوْطُ السَّابِقَةُ فِي بَابِ الْبَيْعِ مِنْ كَوْنِهِ طَاهِرًا مُنْتَفَعًا بِهِ مَقْدُوْرًا عَلَى تَسَلُّمِهِ مَمْلُوْكًا لِذِي الْعَقْدِ
Artinya, “Setiap barang yang sah dijadikan alat tukar/pembayaran, maka sah dijadikan mahar nikah. Barang yang sah dijadikan mahar nikah adalah barang yang memenuhi syarat-syarat yang telah lewat dalam bab jual beli, yaitu suci, bermanfaat, mampu diserahkan, dan dimiliki oleh orang yang transaksi.” (Hasyiyah I’anatit Thalibin, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2018], juz III, halaman 581).”
Dengan demikian, selama cincin lamaran memiliki nilai yang jelas dan disepakati kedua belah pihak, maka tidak ada larangan untuk menjadikannya sebagai mahar.
Berdasarkan dalil dalil yang tertera diatas, cincin lamaran dapat dijadikan mahar selama memenuhi syarat harta yang sah, bernilai manfaat, dan disepakati oleh kedua belah pihak. Praktik ini sesuai dengan fleksibilitas Islam dalam menentukan mahar, sebagaimana ditunjukkan oleh Rasulullah SAW.
Oleh karena itu, pasangan yang ingin menjadikan cincin lamaran sebagai mahar tidak perlu ragu selama semua syarat telah terpenuhi. Mahar yang diberikan dengan penuh kerelaan akan menjadi salah satu keberkahan dalam rumah tangga yang dibangun. Wallahualam
(Erha Aprili Ramadhoni)