Dalam proses pembinaan, Mumu banyak berinteraksi dengan anak-anak melalui pendekatan sebagai teman sebaya. Hal itu dilakukan agar dakwahnya lebih mudah diterima. Selain berdakwah secara langsung, ia berkomitmen untuk terus membimbing masyarakat secara daring setelah kembali ke Bogor. Mumu bahkan membuka peluang bagi pemuda setempat yang ingin belajar agama di Jawa dengan biaya hidup dan pendidikan yang ditanggungnya.
“Saya akan tetap menjaga komunikasi dan melakukan pengajian daring setelah kembali ke Bogor. Selain itu, saya mengajak anak-anak di daerah ini untuk menempuh pendidikan agama di Jawa. Keluarga hanya perlu menanggung tiket perjalanan, selebihnya akan saya tangani,” ungkapnya.
Mumu Nazmudin merupakan salah satu dai yang mengabdi di wilayah 3T untuk berdakwah dengan damai dan toleran. Pengalamannya di Toraja Utara tak hanya tentang menyampaikan ajaran agama, tetapi juga membangun harmoni dalam keberagaman. Tantangan akses dan kendala bahasa justru memperkuat tekadnya untuk terus berkontribusi bagi umat.
Dengan pendekatan inklusif, Mumu menunjukkan dakwah tak terbatas pada pertemuan langsung, tetapi juga bisa berlanjut secara daring. Upaya seperti ini perlu terus didukung agar dakwah tetap tumbuh di seluruh pelosok negeri.
Diketahui, Kemenag tahun ini mengirim 1.000 dai dan daiyah dari berbagai daerah di Indonesia ke wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal), wilayah khusus, hingga luar negeri. Selain itu, Kemenag juga memperluas akses layanan keagamaan bagi diaspora Indonesia di luar negeri dengan mengirim lima dai ke Australia, Jerman, dan Selandia Baru. Para pendakwah yang ditugaskan di luar negeri merupakan peraih juara MTQ di tingkat nasional.
(Erha Aprili Ramadhoni)