Karenanya, mari gunakan peran dan profesi kita masing-masing untuk menyiapkan bekal akhirat. Pegawai dan karyawan, bekerjalah dengan jujur, kerjakan tugas dengan amanah dan hindari manipulasi. Pejabat dan pemegang amanah, manfaatkan jabatan untuk melayani bukan mencari keuntungan pribadi. Petani dan buruh, niatkan setiap tetes keringat sebagai ibadah, karena rezeki yang halal datang dari kerja keras yang ikhlas.
Kemudian pedagang dan pelaku usaha, mari jujur dalam timbangan, jauhi riba, dan bahagiakan pembeli dengan pelayanan yang baik. Suami, jadilah pemimpin yang adil dan bertanggung jawab di rumah tangga. Jangan biarkan keluarga kehilangan arah. Istri, jadilah penyejuk dan penuntun dalam rumah. Karena kebaikan rumah tangga banyak bertumpu pada kelembutan dan kebijaksanaannya.
Termasuk juga para penjual jasa, guru, seniman, tukang ojek, penjahit, penulis, dan profesi lainnya, jangan remehkan pekerjaan sehari-hari. Selama diniatkan untuk Allah dan membawa manfaat, semua itu adalah amal yang besar nilai pahalanya di sisi Allah SWT.
Maka jika kita berada di salah satu pekerjaan di atas, mari jangan tunda untuk melakukan kebaikan melalui profesi masing-masing, karena sungguh merugi orang-orang yang hidupnya hanya untuk menunda amal saleh. Itulah mengapa para ulama sangat takut menyia-nyiakan satu hari pun tanpa mengerjakan kebaikan. Bahkan ada yang selama tiga puluh tahun mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian. Hal ini sebagaimana ditulis oleh Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumiddin, jilid IV, halaman 456,
قَالَ الْقَعْقَاعُ بْنُ حَكِيْمٍ: قَدِ اسْتَعْدَدْتُ لِلْمَوْتِ مُنْذُ ثَلاَثِيْنَ سَنَةً فَلَوْ أَتَانِي مَا أَحْبَبْتُ تَأْخِيْرَ شَيْءٍ عَنْ شَيْءٍ
Artinya, “al-Qa’qa’ bin Hakim berkata, ‘Aku telah mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian sejak tiga puluh tahun yang lalu. Maka andai saja kematian datang menjemputku sekarang, aku tidak akan ingin menunda satu urusan pun dari urusan yang lain.’”