JAKARTA - Tsunami melanda Aceh pada Desember 2004. Tak lama setelah bencana tersebut, berdiri pesantren yang kini telah memiliki ribuan santri.
Pesantren tersebut adalah Ma’had Daarut Tahfizh Al Ikhlas. Pesantren itu berlokasi di Villa Buana Gardenia, Ajun, Aceh Besar, Aceh.
Mudir Ma'had Daarut Tahfizh Al-Ikhlas, Zulfikar, membagikan kisah di balik berdirinya lembaga ini. Menurutnya, pesantren para penghafal Alquran ini dirintis pada 10 Mei 2005, tak lama setelah bencana Tsunami Aceh. Ma'had ini lahir dari cita-cita Zulfikar saat berada di tempat pengungsian. Ia bercita-cita membuat wadah penampung anak yatim korban Tsunami dan mengajarkan Alquran.
"Cerita yang paling mulia itu adalah cerita tentang Alquran. Saya tegaskan, ini adalah perjuangan yang indah yang sedang kita lalui untuk memperjuangkan Alquran," ujar Wakil Menteri Agama Romo Muhammad Syafii, menghargai komitmen pendirian Ma'had tersebut, melansir laman Kemenag, Senin (29/9/2025).
Saat ini, Ma’had Daarut Tahfizh Al Ikhlas berkembang pesat dengan total kurang lebih 1.800 santri dan santriwati. Mereka belajar di jenjang Madrasah Ibtidaiyah hingga Madrasah Aliyah.
Ciri khas pesantren ini adalah sebagai Ma'had Tahfizh Qur'an. Ada dua program pendidikan, reguler dan intensif, untuk memastikan seluruh lulusannya adalah penghafal Alquran. Kemenag mencatat, Ma'had ini telah menghasilkan kurang lebih 200 santri syahadah tahfizh 30 juz mutqin (hafalan kuat).
Romo Syafii menegaskan komitmen Kemenag untuk mendukung lembaga-lembaga seperti ini karena menjadi penopang pendidikan agama di Indonesia. Keberhasilan Ma'had ini terbukti dengan banyaknya lulusan yang berhasil menembus perguruan tinggi nasional dan internasional, seperti di Mesir, Yordania, Libia, Sudan, dan Madinah.
"Kemenag akan terus mendukung lembaga Tahfizh,” tutur Romo Syafii.
"Kami mendoakan agar seluruh perjuangan santri di Ma'had ini senantiasa berkah. Kami juga berharap, ketika mereka meninggal, Alquran akan menjadi penolong agar dapat masuk surga," katanya.
(Erha Aprili Ramadhoni)